10 Rumah Adat Sumatera dari Aceh hingga Lampung

Steemit.com
Ilustrasi Rumah Adat Sumatera dari Aceh yaitu Krong Bade
Editor: Safrezi
15/10/2021, 11.39 WIB

Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti "Berbeda-beda tetapi tetap satu jua." Di antara unsur kebinekaan atau keberagaman yang ada adalah banyaknya jenis rumah adat yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.

Mengutip buku Rumah Untuk Seluruh Rakyat yang ditulis oleh Siswono Yudohusodo, rumah adat berarti rumah yang dibangun dengan cara yang sama dari generasi kegenerasi dan tanpa atau dikit sekali perubahan. Rumah adat juga bisa diartikan sebagai rumah yang dibangun dengan memperhatikan kegunaan, serta fungsi sosial dan arti budaya dibalik corak atau gaya bangunan.

Melestarikan dan menjaga rumah adat menjadi bagian dalam kehidupan karena menjadi bentuk ungkapan dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat ketika rumah tersebut didirikan. Rumah adat yang merupakan karya para leluhur menjadi komponen penting dari unsur fisik cerminan budaya dan kecenderungan sifat budaya yang terbentuk dari tradisi dalam masyarakat. Selain itu juga menjadi lambang cara hidup, ekonomi dan lain-lain dari suatu komponen masyarakat.

10 Rumah Adat Sumatera 

Berdasarkan definisi dari rumah adat, hampir setiap provinsi di Indonesia memiliki rumah adat. Model dan bentuk arsitekturnya juga bermacam-macam menyesuaikan adat budaya dari masing-masing daerah. Berikut 10 rumah adat Sumatera yang tersebar dari Sabang sampai Lampung dikutip dari rupa-rupa.com:

1. Rumah Krong Bade dari Aceh

Rumah Adat Krong Bade (Steemit.com)



Rumah adat Sumatera pertama datang dari Aceh rumah Krong Bade yang secara arsitektur berbentuk memanjang dari timur ke barat dengan ukuran persegi panjang. Rumah yang berbentuk panggung dibangun dengan lantai tiga meter di atas permukaan tanah. keseluruhan bangunan terbuat dari kayu kecuali atap yang terbuat dari bahan daun rubia atau daun enau yang dianyam.

Secara fungsi rumah Krong Bada digunakan sebagai dua hal, ruang depan difungsikan sebagai ruang tamu dan beristirahat santai keluarga, ruang belakang sebagai ruang rpivat dengan ditandai lantai yang lebih tinggi dari ruang utama, dan ruang belakang sebagai dapur dan tempat bercengkrama.

Rumah adat ini tidak boleh dibangun secara sembarangan karena ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, harus ada gentong air yang disediakan di depan rumah. Kedua, anak tangga harus berjumlah ganjil sebagai simbol relijiutas masyarakat Aceh. Ketiga, bahan yang digunakan berasal dari alam sebagai bentuk kedekatan masyarakat Aceh terhadap kelestarian alam. Bahkan pembangunananya juga harus dilakukan dengan sejumlah konsultasi demi menentukan hari baik.

2. Rumah Bolon dari Sumatera Utara

Rumah Bolon dari Sumatera Utara (Dreamstime)

 

Rumah Bolon merupakan rumah adat yang berasal dari Sumatera Utara yang telah diwariskan oleh para leluhur dari ratusan tahun lalu. Awalnya Rumah Bolon diperuntukkan bagi 13 raja yang tersebar di seluruh wilayah Sumatera Utara. Raja-raja tersebut antara lain Raja Ranjinman, Raja Nagaraja, Raja Batiran, Raja Bakkaraja, Raja Baringin, Raja Bonabatu, Raja Rajaulan, Raja Atian, Raja Hormabulan, Raja Raondop, Raja Rahalim, Raja Karel Tanjung, dan Raja Mogam.

Dari jenis dan bentuknya, Rumah Bolon juga bermacam-macam yaitu rumah Bolon Toba, rumah Bolon Simalungun, rumah Bolon Karo, rumah Bolon Mandailing, rumah Bolon Pakpak, rumah Bolon Angkola.

Bila melihat arsitekturnya, akan ditemukan rumah yang terbuat dari papan dan atap dengan bahan ijuk daun rumbia. Ruangan terbagi beberapa bagian yaitu jabu bona atau ruangan belakang di sudut sebelah kanan, ruangan jabu soding yang berada di sudut sebelah kiri yang berhadapan dengan jabu bona, ruangan jabu suhat yang berada di sudut kiri depan, ruangan tampar piring yang berada di sebelah jabu suhat, dan ruangan Jabu Tongatonga ni Jabu Bona.

Dari pembagian ruangan tersebut, ada fungsi masing-masing yang bermacam. Dimulai dari ruangan jabu bona dikhususkan bagi kepala keluarga rumah. Ruangan jabu soding dikhususkan bagi anak perempuan pemilik rumah, tempat para istri tamu yang datang dan tempat diadakannya upacara adat. Ruangan jabu suhat dikhususkan bagi anak lelaki tertua yang telah menikah. Ruangan tampar piring adalah ruangan bagi tamu. Ruangan Jabu Tongatonga ni Jabu Bona dikhususkan bagi keluarga besar.

Uniknya rumah ini semuanya terbuat dari kayu dan tidak menggunakan paku. Hanya ada tali yang menyatukan semua bahan-bahan rumah sehingga berkerangka kuat dan tidak mudah rubuh.

3. Rumah Gadang dari Padang

Rumah Gadang (Pixabay)

 

Meski rumah ini cukup banyak ditemukan di hampir penjuru Sumatera Barat, namun tidak semua wilayah bisa berstatus adat Rumah Gadang. Hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau.

Secara fungsi, Rumah Gadang terdiri atas beberapa ruangan yang bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Setiap perempuan dalam kaum tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar. Sementara perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar bersama di ujung yang lain.

Desain Rumah Gadang memiliki filosofi yang dianut oleh dua golongan dalam adat Minangkabau. Golongan pertama menganut prinsip pemerintahan yang hierarki menggunakan anjung yang memakai tongkat penyangga. Golongan kedua anjuang seolah-olah mengapung di udara.

Tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut yang belum menikah.

4. Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar dari Riau

Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar (Pixabay)

 

Rumah adat khas Riau ini berbentuk balai yang digunakan untuk apat atau perkumpulan warga. Rumah atau balai Adat Selaso Jatuh Kembar dikenal juga dengan sebutan balai penobatan, balirung sari, balai karapatan dan sebagainya.

Dahulu bangunan ini sangat ramai karena kerap digunakan oleh warga untuk melaksanakan acara-acara adat lokal, seperti musyawarah, penobatan kepala adat, untuk rapat perihal desa dan bahkan untuk melaksanakan upacara adat.

Secara arsitektur rumah adat ini memiliki keunikan karena dikelilingi penyangga dengan lantai yang lebih rendah dengan selaras. Masing-masing ukiran memiliki makna dan nama yang berbeda-beda.

Rumah adat Selaso Jatuh Kembar memiliki ukiran di bagian tangga yang disebut dengan lebah bergantung atau ombak-ombak karena bentuknya menyerupai ombak atau bisa dilihat juga mirip dengan lebah-lebah yang bergantungan. Ada juga ukiran yang disebut dengan ukiran melambai-lambai yang berada di bagian atas pintu dan daun jendela.

Dalam pembangunan rumah ini juga terdapat hal metafisik yang diyakini oleh pembuatnya. Seperti ventilasi menggunakan simbol arah mata angin yang ini berhubungan erat dengan pepatah rejeki bisa datang dari arah mana saja.

Pintu dan jendela adalah jalan angin, yang merupakan jalan lapang untuk memasukkan rejeki ke dalam rumah. Sementara anak tangga, jelas maksudnya untuk membimbing seseorang atau rejeki itu sendiri memasuki jalan pintu yang benar.

5. Rumah Atap Limas Potong dari Kepulauan Riau

Rumah Melayu Atap Limas Potong dari Kepulauan Riau (99.co)

 

Rumah Atap Limas Potong merupakan rumah adat dari Provinsi Kepulauan Riau. Identitas rumah ini dapat terlihat dari bentuk arsitekturnya yaitu rumah panggung. Bentuknya memanjang ke arah belakang. Rumah potong limas umumnya memilki ukuran yang lebih besar dan megah ketimbang rumah potong kawat ataupun rumah potong godang, dua rumah adat yang ada di Provinsi Kepulauan Riau.

Rumah ini memiliki teknik pembangunan khusus karena biaya pembangunannya yang mahal. Bahkan satu jenis kayu yang digunakan adalah sirap kayu belian. Sehingga tidak heran bila bangunan ini didirikan oleh orang-orang dengan status sosial atau kekayaaan tertentu seperti anggota kesultanan.

6. Rumah Bubungan Lima dari Bengkulu

Rumah Bubungan Lima (KibrisDPR)

 

Rumah Bubungan Lima merupakan rumah adat dari Provinsi Bengkulu. Secara model arsitektur, rumah ini berbentuk seperti rumah panggung yang disangga oleh beberapa tiang penopang.

Rumah ini terbagi atas tiga bagian yaitu rumah bagian atas, rumah bagian tengah, dan rumah bagian bawah. Uniknya kayu yang digunakan tidak boleh sembarang pilih dan umumnya menggunakan Kayu Medang Kemuning. Selain itu rumah adat ini juga memiliki syarat khusus yaitu jumlah anak tangganya harus ganjil.

7. Rumah Panggung Jambi

Rumah Panggung Jambi (Ruang Guru)



Berdasarkan penelitian arkeologi budaya Indonesia, rumah adat Jambi ini adalah desain yang tertua yang ada di daerah tersebut. Bentuk dari rumah Panggung ini adalah persegi panjang dengan tangga di depan rumah.

Orang-orang sering menyebutkan bagian atap dari Rumah Panggung ini sebagai “Gajah Mabuk” karena bentuknya yang menyerupai perahu dengan ujung melengkung. Rumah ini digunakan untuk tempat tinggal dan juga tempat bermusyawarah.

8. Rumah Limas dari Sumatera Selatan

Rumah adat satu ini memiliki bentuk yang sesuai dengan namanya, yaitu menyerupai limas. Tamu yang berkunjung ke rumah ini harus singgah ke ruang atas atau teras rumah, karena hal ini merupakan tradisi masyarakat Sumatera Selatan agar dapat merasakan budaya mereka yang tampak pada ukiran di dalamnya.

Selain itu, secara arsitektur rumah adat ini merupakan prototipe rumah tradisional Sumatra Selatan. Selain ditandai dengan atapnya yang berbentuk limas, rumah tradisional ini memiliki lantai bertingkat-tingkat yang disebut Bengkilas dan hanya dipergunakan untuk kepentingan keluarga seperti hajatan.

9. Rumah Nuwo Sesat dari Lampung

Rumah adat Provinsi Lampung memiliki nama Nuwo Sesat. Ciri khas dari rumah ini adalah bentuknya panggung dan di sisi-sisinya terdapat ornamen yang khas. Biasanya, ukuran dari rumah ini sangat besar, namun saat ini banyak yang membuat Rumah Nuwo Sesat ini menjadi lebih kecil.

Rumah ini berfungsi sebagai tempat pertemuan adat bagi para purwatin (Penyimbang) pada saat mengadakan pepung adat (Musyawarah). Karena itu rumah tradisional ini juga disebut Balai Agung.

10. Rumah Rakit dari Bangka Belitung

Melihat topografi wilayah Bangka Belitung, wajar rumah rakit menjadi rumah adat bagi warga setempat. Warga setempat harus menyesuaikan diri yaitu dengan membangun rumah di atas air juga yang dinamakan Rumah Rakit. Rumah ini sangat unik yaitu merupakan rumah Melayu namun dengan aksen arsitektur Tionghoa.

Pembuatan rumah ini menggunakan bambu khusus dan bahan lainnya yang tentunya kuat dan membuatnya dapat mengapung dengan baik di atas air. Rumah Rakit ini biasa menjadi tempat tinggal warga. 

Demikianlah 10 rumah adat Sumatera yang menjadi ciri khas atas keberagaman dari Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda arsitektur rumah namun tetap satu jua.