Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menuntut Richard Joost Lino (RJ Lino) dengan hukuman enam tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II (Persero) tersebut dituntut setelah terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan intervensi dalam pengadaan tiga unit Quayside Container Crane (QCC) di pelabuhan Panjang, Pontianak dan Palembang pada 2010 silam.
RJ Lino dinilai telah menguntungkan perusahaan Cina yaitu Wuxi Hua Dong Heavy Machinery (HDHM) selaku produsen alat QCC.
Jaksa menyebut pemilihan langsung HDHM sebagai produsen telah melanggar peraturan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Padahal dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Pelindo II telah diatur bahwa setiap keputusan direksi harus sesuai rapat direksi dan dituang dalam rapat direksi.
RJ Lino kemudian meminta Ferialdy Noerlan selaku Direktur Operasi dan Teknik Pelindo untuk melakukan survey lapangan dengan HDHM di tiga pelabuhan yaitu Pelabuhan Palembang, Panjang dan Pontianak.
Jaksa menyebut pembayaran yang dilakukan RJ Lino kepada HDHM telah menguntungkan perusahaan tersebut.
Pelindo kemudian membayar HDM sebesar US$ 15,1 juta atau sekitar Rp 217 miliar untuk pengadaan barang dan sebesar US$ 1,1 juta atau sekitar Rp 16 miliar untuk biaya pemeliharaan.
Padahal pengadaan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh Pelindo tidak mengikuti prosedur yang ada sehingga menyebabkan kerugian negara hingga 1,9 juta USD atau sekitar Rp 28 miliar.
“Dapat ditarik kesimpulan HDHM tidak memiliki kemampuan mengadakan QCC twin lift 61 ton sebagaimana penawarannya,” ujar Jaksa Wawan Yunarwanto dalam sidang Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis (11/11).
Kemudian dalam sidang tersebut dikatakan bahwa kuasa hukum RJ Lino menyisipkan barang bukti ilegal dalam proses persidangan.
Hal tersebut diketahui ketika melakukan inzage atau pemeriksaan berkas perkara persidangan pada Rabu (10/11) lalu. Penyisipan barang bukti juga disebut tidak hanya terjadi satu kali.
“Karena banyaknya barang bukti kami tidak mengecek satu per satu. Nanti akan kami cek,” ujar ketua majelis hakim Rosmina.
Sebelumnya pada 3 November lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil hadir pada persidangan RJ Lino sebagai saksi untuk meringankan terdakwa.
Sofyan hadir dalam kapasitasnya sebagai Menteri BUMN yang dulu mengangkat RJ Lino menjadi Dirut Pelindo.
KPK kemudian menyebut kesaksian Sofyan justru semakin memperkuat dakwaan menyusul penjelasannya terkait pengadaan barang dan jasa di BUMN yang terikat aturan ketat.
Penunjukkan langsung bisa dilakukan sepanjang tidak ada perbuatan melawan hukum.
“Pengadaan barang dan jasa harus tetap dilakukan dengan memedomani prinsip-prinsip dalam pengadaan itu sendiri, seperti transparan, fair dan akuntabel," ujar Plt. Juru bicara KPK Ali Fikri.