Mengenal Tari Perang Asal Papua yang Penuh Makna dan Pesona

Website Resmi Kemenparekraf / Baparekraf Republik Indonesia
Ilustrasi Tari Perang Papua sebagai Seni Pertunjukan
Editor: Safrezi
6/12/2021, 14.02 WIB

Dari Sabang sampai Merauke kekayaan Indonesia seakan tidak pernah habis. Dari kekayaan alam hingga sumber daya manusia yang melimpah. Asas Bhineka Tunggal Ika menjadi pedoman dan pegangan sehingga kekayaan dan perbedaan terbina secara baik dan bisa dinikmati secara bersama oleh seluruh masyarakat.

Salah satu kekayaan yang dimiliki adalah tarian dengan ragam gerakan dan jenis tarian dengan sejarah asal-usulnya. Berbagai tari tradisional dan modern seringkali dipentaskan dalam acara-acara tertentu, seperti upacara adat pernikahan, upacara penyambutan tamu kehormatan, dan sebagainya. Tarian tersebut dapat dilakukan secara tunggal, berpasangan, berkelompok atau kolosal.

Sebagaimana yang dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, tari merupakan salah satu bentuk kesenian yang mempunyai media ungkap atau substansi gerak melalui gerakan manusia.

Dalam versi lain seperti yang disadur dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian seni tari adalah aliran seni mengenai gerakan badan (tangan dan lainnya) yang berirama dan biasanya diiringi bunyi-bunyian (musik, gamelan, dan sebagainya).

Tarian juga dikenal sebagai bahasa isyarat, karena substansinya adalah gerak sebagai dasar pemikiran yang bisa disampaikan pada setiap gerakan. Akan tetapi gerak yang dimaksud bukan gerakan realistis atau keseharian, melainkan gerakan-gerakan dalam wujud gerak ekspresif.

Mengenal Tari Perang dari Bumi Papua

Di antara ribuan tari yang tersebar di Indonesia, ada yang berasal dari Papua. Tarian tersebut adalah Falabea atau tari perang merupakan satu di antara beragam jenis tarian khas Bumi Cendrawasih ini. Tarian ini bagi masyarakat Papua memiliki tarian yang sifatnya sakral dan dibawakan pada peringatan-peringatan tertentu.

Secara definisi tari perang Papua merupakan jenis tarian yang ditampilkan oleh penari pria secara berkelompok, biasanya dipentaskan oleh minimal 7 orang pria. Tari perang Papua umumnya digelar di tanah lapang saat petang menjelang malam hari. Tari perang digunakan sebagai salah satu tarian penyambut wisatawan yang datang ke Papua.

Tarian ini memiliki makna mendalam bagi masyarakat Papua. Hal itu disebabkan tidak hanya dimaknai sebagai gerakan tubuh saja namun juga bentuk rasa syukur pada Sang Pencipta. Sehingga masyarakat Papua mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan yang Maha Kuasa melalui gerakan koreografi.

Kostum dan Perlengkapan Tari Perang

Untuk bisa menampilkan tari perang setidaknnya ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan. Salah satunya dalam pertunjukan tari perang Papua juga terdapat musik pengiring, atribut, dan busana khas. Busana yang digunakan oleh para penari berupa rok yang terbuat dari akar dan daun.

Setiap penari akan disiapkan satu perlengkapan aksesori berupa ikat kepala khas Papua yang nyentrik, kalung dari manik-manik, dan gelang yang terbuat dari bulu-bulu. Tidak lupa, badan para penari tari perang juga digambar menggunakan cat dengan motif khas Papua.

Pada umumnya, para penari akan dihiasa dengan perlengkapan senjata tradisional berupa panah. Khusus untuk penari yang berperan sebagai kepala suku akan mengenakan aksesori pada hidung yang sekilas menyerupai taring babi.

Derap Musik dan Iringan Tari Perang

Hal yang unik dari tari perang adalah jenis musk yang menjadi pengiring tari perang. Musik yang mengiringi tari perang ini seakan menambah suasana magis selama tarian berlangsung.

Ketika tampil tari perang akan diiringi tabuhan tifa dan alat musik tiup dari kerang. Melodi dan irama yang dimainkan pun penuh dengan semangat yang membara. Tari perang juga diikuti dengan lantunan lagu serta sorak-sorakan dari penarinya. Suasana yang terbangun dari pertunjukan tari perang adalah semangat yang seakan-akan mengobarkan kemenangan dalam medan perang.

Dalam proses gerak tari, ada segi gerakan tari perang Papua memiliki karakter gerakan yang penuh energi. Tari perang memiliki tiga skenario perang yang dilakonkan dalam kelompok. Ada kelompok yang berperan sebagai musuh, pasukan sendiri, dan ada pula ketua suku.

Tari perang ini dipimpin oleh seorang ketua suku yang menjadi sentral dalam tarian. Sang ketua suku akan berada di atas untuk seolah-olah melihat situasi di sekitar. Tarian perang akan dimulai saat kepala suku memberikan perintah. Tari perang didominasi dengan gerakan tari membawa panah dan tombak sembari berlari dan menyerang.

Sebagaimana dikutip dari situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kemenparekraf.go.id bahwa tari perang menjadi salah satu pesona budaya Indonesia yang memiliki daya tarik wisata yang tinggi. Tidak heran jika keberadaan tari perang khas Papua menarik minat banyak wisatawan untuk mengunjungi Papua.

Salah satu pertunjukan tari perang yang dapat disaksikan masyarakat luas adalah yang ditampilkan di Festival Lembah Baliem. Festival ini masuk dalam daftar Calendar of Event yang dihelat setiap tahun.

Apabila berkesempatan berkunjung ke Bumi Cendrawasih, sempatkanlah melihat Festival Lembah Baliem. Karena di dalamnya menyuguhkan beragam potensi budaya Papua lainnya. Mulai dari kuliner khas hingga melihat langsung rumah-rumah honai atau rumah adat Papua.