Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendorong agar gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatag menampilkan lebih dari dua pasangan calon (paslon).
Wakil Ketua Umum PPP, Arsul Sani mengatakan berdasarkan pengalaman pada Pilpres sebelumnya, jumlah paslon yang hanya dua mencerminkan politik identitas. Arsul menyebut pada Pilpres 2024, politik identitas tersebut naik secara tajam dan signifikan.
"Meskipun itu belum menjadi keputusan resmi, yang harus kita dorong itu tampilnya pasangan calon dalam pilpres yang tidak hanya dua, minimal tiga, ideal lagi lebih dari tiga," ujar Arsul dalam diskusi Refleksi Politik Kebangsaan Tahun 2021 di Kompleks Parlemen pada Rabu (15/12).
Lebih lanjut, Arsul mengatakan dengan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang saat ini minimal 20%, masih terbuka kemungkinan untuk mendapat setidaknya tiga paslon.
Arsul mengakui jumlah paslon yang banyak membuka kemungkinan Pilpres dilaksanakan dalam dua putaran ,sehingga memerlukan anggaran yang besar. Namun, menurut Arsul ongkos sosial (social cost) yang diakibatkan dari ekspresi politik identitas lebih mahal nilainya daripada anggaran yang mesti digelontorkan untuk dua putaran Pilpres. Social cost disebut Arsul akan mengakibatkan kekacauan yang tinggi dan dampaknya harus ditanggung lebih lama.
Arsul mengatakan saat era kepemimpinan Tito Karnavian selaku Kapolri, untuk pengamanan dari kekacauan akibat ekspresi politik identitas menghabiskan anggaran lebih dari 70%. Dana itu bahkan dihabiskan kurang dari kurun waktu enam bulan. Arsul menilai social cost tidak bisa dinilai dengan uang. Ekspresi politik identitas kemudian bisa saja dihadapi dengan keras seperti dengan proses hukum dan lain sebagainya.
"Apa iya itu benar meredam atau itu hanya menyimpan saja? Kemudian menimbulkan api dalam sekam. Kita semua khususnya para elit yang termasuk saya juga untuk memikirkan bahwa jangan karena kepentingan-kepentingan praktis kekuasaan dan kemudian kita tidak berhitung," ujar Arsul.
Terpisah, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi yang akrab disapa Awiek mengatakan, usulan presidensial threshold 0% sah untuk disampaikan sebagai bagian dari kebebasan berpendapat. Hal ini juga termasuk hak mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi yang harus dilindungi oleh Undang-Undang.
"Namun gugatan terhadap UU Pemilu agar PT 0% sdh sering dilakukan dan ditolak oleh MK. MK memberikan kekuasan kepada pembentuk UU (DPR dan pemerintah) untuk mengtur mengenai ketentuan treshold," ujar Awiek dalam keterangan tertulis pada Rabu (15/12).
Awiek menyebut presidensial threshold sebagai bentuk insentif atau penghargaan kepada partai politik yang sudah berjuang di Pemilihan Umum (Pemilu). Awiek juga menyebut jangan sampai presdien terpilih nantinya tidak mendapat dukungan di parlemen sehingga menghambat kebijakan yang dibuat.