Salah satu Pahlawan Nasional di Indonesia adalah Tuanku Imam Bonjol. Beliau berasal dari daerah Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat.
Berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973, Tuanku Imam Bonjol diangkat menjadi Pahlawan Nasional.
Tuanku Imam Bonjol sangat berjasa menentang penjajahan. Foto Tuanku Imam Bonjol ada di lembaran Rp 5.000 yang dikeluarkan Bank Indonesia, tahun 2001. Selain itu, Imam Bonjol menjadi nama jalan, nama stadion, dan universitas.
Profil Tuanku Imam Bonjol
- Tuanku Imam Bonjol lahir pada 1 Januari 1772. Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab.
- Tuanku Imam Bonjol adalah putra dari pasangan Bayanuddin Shahab (ayah) dan Hamatun (ibu).
- Mengutip dari kemdikbud.go.id, Bayanuddin menjadi ulama dari sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota. Ayah Tuanku Imam Bonjol menjadi ulama dan pemimpin masyarakat.
- Gelar yang didapatkan Tuanku Imam Bonjol antara lain Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam.
Perjuangan Tuanku Imam Bonjol
Tuanku Imam Bonjol dikenal sebagai pemimpin kaum Padri di Bonjol. Perang Padri terjadi dari tahun 1803 sampai 1838 di Sumatera Barat. Awal mula perang ini karena perang antara kaum Padri (kaum Agama) dan Kaum Adat.
Awal mula peperangan terjadi karena pemimpin ulama di kerajaan Pagaruyung, menjalankan syariat Islam. Penerapan agama Islam berpegang teguh pada Al Qur'an dan sunnah Rasulullah S.A.W.
Namun ajaran agama ini ditentang oleh kelompok penghulu (kaum adat). Pertentangan ini membuat perang di Sumatera Barat. Bahkan Belanda ikut campur urusan perang Padri.
Perang terjadi periode 1821-1825, ketika kaum Padri melakukan perlawanan di Minangkabau. Masa kedua (1825-1830), perang mulai mereda, tetapi Belanda melakukan siasat dan perjanjian dengan kaum Padri.
Sementara itu kaum Adat semakin terdesak karena perjanjian kaum Padri dengan Belanda. Kaum Adat akhirnya meminta bantuan pada Belanda untuk menyerang kaum Padri.
Masa ketiga perang Padri (1830-1838), kemudian perlawanan kaum Padri bertambah. Tahun 1833, akhirnya kaum Adat dan kaum Paderi bersatu untuk melawan Belanda. Akibat perjanjian dengan Belanda, kaum Adat menyadari kerugian dan dampak masyarakat Minangkabau.
Belanda melakukan penyerangan dan mengepung benteng kaum Padri. Mengutip dari banjarnegarakab.go.id, penyerangan Belanda ke benteng Kaum Padri sekitar 6 bulan (16 Maret17 Agustus 1837).
Benteng yang dibuat kaum Padri merupakan bangunan yang dibuat dari tanah liat. Sementara sekelilingnya dibangun parit-parit.
Pemerintah Kolonial Belanda sampai 3 kali mengganti komandan perang untuk mengalahkan Tuanku Imam Bonjol. Akhirnya Gubernur Jendral Johannes van den Bosch, melakukan perjanjian dengan kaum Padri, melalui Perjanjian Masang.
Perjanjian Masang adalah perjanjian perdamaian antara Belanda dan kaum Padri, tahun 1824. Namun, perjanjian tersebut dilanggar oleh Belanda sendiri.
Belanda kemudian menguasai benteng yang dibuat kaum Padri, pada 16 Agustus 1837. Akhirnya Tuanku Imam Bonjol menyerah pada Belanda bulan Oktober 1837.
Tuanku Imam Bonjol kemudian ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian Tuanku Imam Bonjol dipindahkan ke Ambon, sampai ke Lotta, Minahasa, dekat Manado.
Akhirnya Tuanku Imam Bonjol meninggal dunia pada 8 November 1864. Beliau dimakamkan di tempat pengasingannya.