Kepercayaan publik terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurun lebih dari dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini diketahui dari survei Indikator Politik Indonesia (IPI), KPK memperoleh 73,5% responden yang masih percaya terhadap lembaga penegak hukum ini. Padahal pada September 2018, saat titik tertinggi kepercayaan terhadap KPK, lembaga ini memperoleh 84,8%.
Direktur Eksekutif IPI, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan KPK pernah menjadi lembaga yang paling dipercaya publik, selain Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Presiden.
Namun, sejak revisi terhadap Undang-Undang KPK, publik menilai beberapa fungsi KPK turut melemah. Membuat tingkat kepercayaan publik juga menurun.
“Kita semua tahu, hal tersebut (revisi UU KPK) membuat publik menjadi berkurang trust-nya. Meskipun ada sedikit kenaikan dibanding Desember 2021 (71,7%), tapi belum kembali seperti semula,” kata Burhanuddin, Senin (4/4).
Tidak hanya KPK, lembaga penegak hukum lainnya, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga mengalami hal serupa. Pada Februari 2019, tingkat kepercayaan terhadap Polri mencapai 80,5%. Kemudian saat survei digelar, tingkat kepercayaannya menurun menjadi 75,2%.
Kepercayaan publik justru meningkat kepada Kejaksaan. Sebanyak 61% publik menaruh kepercayaan kepada Lembaga Adhyaksa pada Agustus 2016, tetapi kini mencapai 72%.
“Sebelum 2018, KPK selalu signifikan dibanding dua institusi penegak hukum yang lain. Sekarang, antara Polisi dan KPK relatif sama trust-nya di mata publik,” kata Burhan.
Sementara untuk institusi bidang politik, seperti partai politik (Parpol), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Hasil survei IPI menyebutkan bahwa ketiga lembaga politik tersebut memiliki tingkat kepercayaan paling rendah.
Dari tiga lembaga politik yang masuk jajaran survei, parpol mendapatkan kepercayaan terendah dengan 54,2%. Burhanuddin menjelaskan, tingkat kepercayaan publik terhadap parpol dalam beberapa tahun terakhir menurun jika dibandingkan pada awal reformasi.
Ia menduga penurunan kepercayaan publik terjadi karena adanya ekspektasi tinggi terhadap parpol untuk menyampaikan aspirasi masyarakat, tetapi tidak dijalankan secara baik oleh para elit partai.
"Tapi publik tidak punya opsi lain di luar parpol. Jadi tidak ada demokrasi tanpa parpol. Karenanya, kita perlu meng-encourage mereka supaya lebih baik,” ujar Burhan.
Sementara DPR mendapatkan kepercayaan sekitar 61%, dan DPD 65% responden.
Berbanding terbalik dengan parpol, kepercayaan terhadap TNI terus mengalami peningkatan setelah reformasi. Pada survei terbaru IPI, TNI menjadi lembaga yang paling dipercaya publik dengan 92,7% responden. Meningkatnya kepercaayaan publik itu disebabkan semakin melebarnya jarak antara TNI dengan politik praktis, sehingga dinilai lebih profesional oleh masyarakat.
“Dulu TNI masuk ke dalam urusan pemerintahan melalui dwi fungsi. Interaksi mereka dalam politik praktis yang pekat justru membuat warga muak pada zaman orde baru,” jelas Burhan, perihal meningkatnya kepercayaan publik terhadap TNI.
Survei IPI digelar secara nasional pada 11 – 21 Februari 2022, dengan melakukan wawancara langsung kepada 1.200 responden berusia 17 tahun ke atas, di seluruh Indonesia. Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling, dengan asumsi metode simple random sampling, serta memiliki toleransi kesalahan sekitar 2.9% pada tingkat kepercayaan 95%.
“Survei ini ukuran untuk melihat seberapa fungsional, seberapa legitimate demokrasi di mata warga negara Indonesia, adalah seberapa mereka trust terhadap institusi-institusi demokrasi,” ucap Burhanuddin.