Oposisi Kritik Reshuffle Sebagai Politik Balas Jasa Jokowi

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
Presiden Joko Widodo membacakan sumpah saat upacara pelantikan menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sisa masa jabatan periode 2019-2024 di Istana Negara, Rabu (15/6/2022).
16/6/2022, 14.05 WIB

Presiden Joko Widodo telah melantik dua menteri dan tiga wakil menteri baru. Mereka adalah Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan, dan Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional. Sementara tiga wakil menteri (Wamen), masing-masing Wamen Ketenagakerjaan: Afriansyah Noor; Wamen ATR/Kepala BPN: Raja Juli Antoni; Wamen Dalam Negeri: John Wempi Wetipo.

Menanggapi reshuffle ini, Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, mengkritik keputusan Presiden. Kamhar menilai, reshuffle kabinet yang dilakukan Jokowi hanya untuk memuaskan partai politik yang berkoalisi dengan pemerintah, seperti balas jasa karena telah mendukungnya.

Hal itu dilihatnya dari latar belakang tokoh yang terpillih masuk ke kabinet. “Reshuffle ini hanya untuk mengakomodir kepentingan orang dekat dan partai politik koalisi pemerintah,” katanya saat dihubungi Katadata.co.id pada Kamis (16/6).

Dari sedikitnya pos yang diganti, Kahar menilai bahwa pergantian menteri dan wakil menteri dilakukan bukan untuk menyelesaikan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat, atau untuk mengoptimalkan kinerja pemerintah di akhir masa jabatan.

Hasil reshuffle kabinet pada Rabu (15/6) kemarin, dianggap Kamhar masih jauh untuk mewujudkan kabinet kerja yang lebih profesional. Padahal, dia menilai, masyarakat mengharapkan perbaikan dan penyelesaian terhadap beragam persoalan saat ini. “Serta menunaikan janji-janji saat kampanye Pak Jokowi yang tak kunjung dipenuhi,” ujarnya.

Kamhar pun menilai hasil perombakan kurang menekankan sosok profesional, sehingga publik tak dapat berharap banyak bahwa para menteri dan wakil menteri terpilih akan membawa perubahan lebih baik.

Menurutnya, publik mesti kritis untuk terus mengawal pemerintahan di sisa masa jabatan. “Melakukan kontrol yang lebih kritis,” kata Kamhar.

Kritik terhadap perombakan kabinet juga dilontarkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS, Aboe Bakar Al’Habsyi mengungkapkan bahwa reshuffle dapat menunjukkan beragam makna.

Pertama, reshuffle dapat memberikan makna bahwa Jokowi ingin melakukan perbaikan ekonomi dengan mengganti Mendag. Sedangkan untuk pergantian Menteri ATR/ BPN, dapat memberikan makna bahwa Presiden ingin mempercepat masuknya investasi ke Indonesia.

Kemudian reshuffle yang baru dilakukan juga dapat memberikan makna bahwa presiden sedang membayar utang politiknya dengan membagikan kekuasaan kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan. Indikator ini dapat terlihat dari beberapa pimpinan partai yang memperoleh jabatan di kabinet.

“Publik bisa saja melihat reshuffle ini seperti bagi bagi kue buat mereka yang sudah berkeringat tapi selama ini belum mendapatkan porsi,” kata Aboe dalam keterangannya pada Rabu (15/6).

Selain itu, publik juga dapat melihat proses reshuffle kali ini sebagai suksesi yang dipersiapkan Jokowi. Menurutnya, ada kemungkinan Jokowi memanfaatkan partai-partai politik yang kini menjadi koalisi pemerintah untuk memperoleh suara terkait pengusungan calon presiden (capres) untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang.

“Partai-partai yang saat ini mendapatkan porsi, akan masuk dalam koalisi yang mengusung capres penerus Jokowi,” ujarnya.

Meski melontarkan kritik terkait reshuffle, Aboe berharap bahwa pemerintah dapat berfokus pada pemulihan ekonomi di sisa masa jabatan. Oleh sebab itu, menurutnya reshuffle mesti digunakan untuk menaikkan performa kinerja kebinet dan tak hanya sebagai ajang bagi-bagi kekuasaan.

“Dengan demikian, waktu yang tersisa dari masa jabatan pemerintahan ini akan bisa secara optimal memulihkan perekonomian nasional,” katanya.

Mayoritas warga setuju jika Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet. Hal itu tercermin dari laporan survei Charta Politika bertajuk Membaca Situasi Politik Dan Konstelasi Elektoral Pasca-Rakernas Projo yang dirilis Senin (13/6/2022).

Menurut hasil survei tersebut, mayoritas atau 63,1% responden menilai Jokowi perlu melakukan perombakan kabinet.

Responden yang tidak setuju Jokowi melakukan reshuffle hanya 24,3%, sedangkan 12,7% lainnya tidak tahu atau tidak jawab.

Reporter: Ashri Fadilla