Kekuatan masyarakat dan komunikasi risiko yang inklusif adalah kunci dalam menghadapi krisis kesehatan di masa depan.

Kerja sama Indonesia dengan Australia melalui program Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) adalah salah satu cara untuk menyosialisasikan hal tersebut. Komunikasi risiko wajib hukumnya diterapkan di masing-masing kabupaten/kota di Indonesia

First Secretary Health, DFAT, Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Prudence Borthwick mengatakan, pemerintah Australia mengapresiasi pemerintah Indonesia dalam mengatasi pandemi. Salah satunya adalah menggalang penyelenggaraan vaksinasi di berbagai wilayah.

"Dalam rangka program pencegahan, deteksi dini, dan respons pemerintah Australia telah menyampaikan bantuan dalam program vaksinasi," kata Borthwick dalam acara diskusi terbatas dengan tema 'Kekuatan Masyarakat Hadapi Krisis Kesehatan dan Pentingnya Dialog dalam Komunikasi Risiko Pemerintah' pada Kamis, (16/6).

Melalui program AIHSP, kata dia, pemerintah Australia telah membantu pemerintah Indonesia dalam penanganan pandemi melalui penjangkauan vaksinasi di berbagai wilayah pelosok Indonesia.

Mulai dari vaksinasi dari rumah ke rumah hingga dukungan transportasi untuk membawa peserta vaksinasi ke sentra vaksinasi terdekat.

Salah satu pihak yang digandeng ialah Palang Merah Indonesia (PMI). Dengan menggandeng PMI, program AIHSP diharapkan dapat menjangkau kelompok masyarakat rentan di daerah pelosok Jawa Tengah untuk mendapatkan vaksinasi.

Sejak April 2022, AIHSP bersama PMI telah memperluas jangkauan vaksinasi corona untuk hampir 2.500 lansia, 5.000 lebih perempuan dan 41 penyandang disabilitas di 9 kabupaten di Jawa Tengah.

AIHSP bersama Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM) juga telah melakukan penelitian tentang penerimaan vaksinasi di 4 provinsi, yakni Provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Bali.

Hasil penelitian menemukan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap vaksinasi cukup tinggi. Namun demikian, penelitian menemukan bahwa strategi komunikasi yang inklusif serta edukasi, baik mengenai vaksin maupun Covid-19, tetap akan diperlukan.

Kendati demikian, sebagian masyarakat telah memiliki kesadaran dan tingkat kepedulian tinggi serta gotong royong dalam mengatasi Covid-19.

Borthwick mengapresiasi pemerintah Jawa Tengah yang membentuk inisiatif gerakan Jogo Tonggo, yang berfokus memanfaatkan potensi masyarakat dalam upaya penanggulangan pandemi.

Pada sektor kesehatan, jogo tonggo telah mendukung proses testing, tracing, treatment (3T) terkait Covid-19 dengan lebih cepat.

Pada sektor ekonomi, para relawan jogo tonggo telah membuat wadah untuk saling membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terdampak pandemi, seperti makanan, minuman, obat-obatan, pulsa telepon, dan lain sebaginya.

"Gerakan jogo tonggo telah terbukti sukses dan menjadi pembelajaran yang baik bagi daerah lain di Indonesia dalam menghadapi krisis kesehatan," kata dia.

Secara umum, gerakan gotong royong di Indonesia telah terbukti menjadi salah satu kunci sukses bersama dalam menanggulangi Covid-19.

 Ia meyakini bahwa kerja sama ini masih diperlukan untuk menyiapkan masyarakat menghadapi masa transisi pandemi menuju ke endemi, maupun persoalan terhadap krisis kesehatan lainnya.

Namun demikian, penelitian yang dilakukan AIHSP dan UGM menemukan bahwa optimalisasi strategi komunikasi risiko yang bersifat dua arah antara tenaga kesehatan (nakes) di daerah-daerah dan masyarakat masih perlu ditingkatkan, terutama untuk menjangkau kelompok rentan seperti lansia dan penyandang disabilitas.

Salah satu bentuk optimalisasi yaitu dengan membekali nakes di tingkat kabupaten dan kecamatan untuk mendampingi desa-desa, terutama dalam melakukan dialog dan tanya jawab.

Selain itu, nakes juga perlu diberikan edukasi kesehatan secara terus menerus ke masyarakat.

Pelatihan praktis bagi nakes tersebut juga meliputi kecakapan dalam berbahasa isyarat. Selain itu, materi-materi komunikasi risiko yang disediakan oleh pemerintah Jawa Tengah dapat diperluas dengan materi khusus bagi penyandang diasabilitas dan perempuan.

"Berdasarkan penelitian kami, penyandang disabilitas dan perempuan merupakan kelompok yang sangat terdampak karena tanggung jawab kesehatan keluarga masih banyak membebani perempuan," ujar Borthwick.

Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, salah satu tujuan kunci dari program kerja sama pemerintah Indonesia dan Australia melalui AIHSP adalah meningkatkan ketahanan kesehatan di Indonesia.

Selain itu, kerja sama Indonesia dengan AIHSP dapat berkontribusi untuk ketahanan kesehatan nasional, regional dan global serta menjamin perkembangan ketahanan ekonomi dan pangan di Indonesia.

Sebab, penguatan kapasitas dan jejaring dalam menghadapi pandemi membutuhkan koordinasi yang berkesinambungan baik dalam komunikasi dan koordinasi mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota sampai masyarakat.

Arus informasi yang terpercaya perlu menjadi bagian dalam perubahan perilaku masyarakat.

Saat pandemi, informasi yang baik dan benar diperlukan dalam kegiatan vaksinasi agar cakupan vaksinasi bisa merata di kota/daerah, warga berisiko tinggi, lansia, disabilitas dan serta masyarakat pada umumnya.

 "Hal lain yang menjadi perhatian yaitu penerimaan dan dukungan dalam identifikasi kasus dan konsistensi dalam melakukan perilaku pencegahan dan pengendalian," kata Maxi.

Menurutnya, kegiatan tersebut memerlukan penguatan komunikasi dengan memberikan informasi secara tepat, terperinci, adaptif dan kontekstual dengan latar belakang psikodemografi masyarakat.

Para kader kesehatan yang merupakan bagian dari lingkungan diharapkan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan pendekatan sosial kultural setempat.

Sementara itu, peran pemerintah pusat hingga pemerintah daerah sangat penting menjalin koordinasi lintas sektor dengan harapan informasi tersampaikan sesuai maksud dan tujuan serta target sasaran. 

Proses komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat menjadi salah satu faktor kunci untuk mengurangi risiko dampak pandemi.

Komunikasi risiko merupakan proses berkelanjutan sejak pra-krisis sampai pasca krisis yang terus perlu dilakukan untuk meningkatkan ketahanan kesehatan di masyarakat.

"Proses adaptasi dan penterjemahan komunikasi risiko menjadi nyata untuk dapat dilaksanakan sampai tingkatan masyarakat termasuk kelompok rentan, disabilitas yang membutuhkan perhatian khusus," tegasnya.

Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen berpandangan, dalam dunia digital seperti saat ini komunikasi lebih dibutuhkan dan perlu dimasifkan lagi. Karena di era digital saat ini, masyarakat bisa membaca suatu perkara atau isu di mana pun berada.

Akan tetapi, masyarakat terkadang hanya melihat suatu isu dari internet, sementara tidak mengetahui kejadian sebenarnya di lokasi.

Hal itu membuat berita disalahartikan karena adanya perbedaan pemahaman.

"Maka, perlu adanya komunikasi dalam hal apapun termasuk permasalahan yang akhir-akhir kita hadapi, yakni Covid-19. Bukan hanya di Jawa Tengah, tetapi di seluruh dunia," kata Taj Yasin.

Dia menegaskan, kesuksesan program jogo tonggo bukan karena pemerintah Jawa Tengah, namun karena peran serta kekuatan masyarakat yang ada di bawah.

Taj Yasin mengungkapkan, sejak awal memimpin Jawa Tengah bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, pemerintah membuka kanal-kanal diskusi melalui media sosial, seperti Instagram, Twitter, Facebook, hingga melalui pesan singkat ke nomor pejabat.

"Banyak masyarakat yang mengetahui nomor ponsel saya. Baik melalui SMS, telepon atau melalui aplikasi WhatsApp, masyarakat di Jawa Tengah bisa langsung melapor," kata dia.

Oleh sebab itu, lanjut Taj Yasin, komunikasi antara masyarakat dan pemerintah sangat penting dilakukan, terlebih di saat pandemi.

Pemerintah di pusat maupun daerah harus berkomunikasi dan dekat dengan masyarakat. Kalau di Jawa Tengah, tentu saja melalui program jogo tonggo.

"Saya berharap ini (jogo tonggo) bisa diadopsi oleh pemerintahan lainnya. Karena pada prinsipnya, kebudayaan kita itu saling berkomunikasi," tegasnya.

Dalam diskusi ini beberapa daerah juga membagikan pengalaman mereka dalam mengkomunikasikan risiko pandemi Covid-19 dan bagaimana mengubah perilaku masyarakat.

Anugrah Wiendyasari dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul mengatakan kolaborasi masyarakat dan birokrasi membentuk Satgas Covid-19 cukup efektif menggerakkan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan dan bersedia divaksin.

Ia menambahkan, pelibatan kelompok-kelompok PKK di Bantul, dapat dijadikan contoh keberhasilan.

“Masyarakat yang sebelumnya apatis dengan vaksin akhirnya banyak yang bersedia divaksinasi,” kata Anugrah.