Pemerintah membentuk Gugus Tugas Percepatan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), karena tak disahkan meski sudah diajukan sejak 2004. Pengesahan gugus tugas, ditandai dengan keluarnya Surat Keputusan Kepala Staf Kepresidenan RI No 7/2022.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pembentukan gugus tugas ini untuk memperkuat konsolidasi dan sinkronisasi agenda, sehingga pengelolaan isu PPRT tidak terjebak pada ego sektoral. Selain itu, juga mendorong percepatan pembahasan RUU PPRT di parlemen, yang mandek selama hampir dua dekade.
Menurutnya, pembentukan gugus tugas akan menunjukkan keberpihakan dan perhatian agar isu tersebut dapat segera dikelola dengan baik. "Apalagi, ada keterbatasan waktu karena berkejaran dengan isu-isu lain,” kata Moeldoko, melalui keterangan resmi yang dikutip Rabu (10/8).
Moeldoko juga menjelaskan, bahwa dinamika RUU PPRT kembali meningkat beberapa bulan terakhir karena gerakan masyarakat sipil menuntut adanya percepatan pembahasan serta pengesahan RUU PPRT. Apalagi, RUU PPRT kembali masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2022.
“Ini membuka peluang untuk mendorong Bamus mengagendakan RUU PPRT di sidang paripurna untuk kemudian disahkan menjadi inisiatif DPR,” jelasnya.
Moeldoko menilai percepatan pengesahan RUU PPRT menjadi penting, untuk agar terdapat payung hukum dalam melindungi pekerja rumah tangga atau yang juga dikenal sebagai pembantu rumah tangga. Terutama jika melihat jumlahnya di Indonesia mencapai 4,2 juta orang. Posisi mereka juga rentan mengalami kekerasan fisik serta psikis, bahkan kekerasan seksual hingga ekonomi.
“Selain memberikan perlindungan kepada PRT, UU ini juga memberikan jaminan hak dan kewajiban pihak terkait, yakni pemberi kerja dan penyalur atau agen. Pemberi kerja perlu mendapatkan jaminan keamanan dan keselamatan dengan kehadiran PRT, dan penyalur perlu melakukan rekrutmen penempatan secara profesional dan akuntabel,” papar Moeldoko.
Gugus tugas ini akan berisi delapan kementerian/lembaga terkait, yaitu Kantor Staf Presiden, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Ketenagakerjaan. Lalu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Polri, dan Kejaksaan Agung.
“Gugus tugas segera bekerja untuk pemutakhiran dan pembahasan draf, penyusunan strategi komunikasi publik dan polisi, pengawalan pembahasan di DPR, dan menyusun kerangka waktu kerja bersama,” ungkap Moeldoko.
Perjalanan RUU PPRT
Berdasarkan dokumen Pokok-pokok Pikiran Pengaturan Penyusunan RUU PPRT di DPR, RUU ini pertama kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada periode masa bakti DPR 2004-2009. Namun baru di periode masa bakti 2009-2014, RUU ini masuk dalam prioritas tahunan.
Dimulai pada 2010, RUU PPRT masuk dalam pembahasan Komisi IX DPR RI. Kemudian pada 2010-2011 Komisi IX melakukan riset di 10 kabupaten/kota.
Selanjutnya, pada 2012 Komisi IX melakukan uji publik di Makassar, Malang, dan Medan. Selain itu, melakukan studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina.
Baru pada 2013 Komisi IX menyerahkan draft RUU PPRT ke Badan Legislasi DPR RI. Setelah itu, pembahasannya terhenti di Baleg DPR.
RUU PPRT kembali masuk dalam daftar Prolegnas pada masa bakti DPR periode 2014-2019. Pada 2020, RUU ini masuk ke dalam daftar prioritas.
Isu Krusial di RUU PPRT
RUU PPRT masuk menjadi kebutuhan mendesak karena wilayah kerja mereka yang bersifat domestik dan privat, sehingga tidak ada kontrol dan pengawasan Pemerintah. Padahal praktik kerja mereka rawan dan rentan terhadap diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan.
Rencananya, dalam RUU PPRT nantinya akan mengatur mengenai kewajiban adanya perjanjian kerja antara PRT dengan majikan. Terutama mendapatkan jaminan kesehatan, dan penerima bantuan iuran jaminan ketenagakerjaan.
Selain itu, PRT juga akan memiliki perlindungan upah, serta mewajibkan mereka mendapatkan tunjangan hari raya.
Kemudian, RUU juga akan mengatur mengenai perlindungan batasan jam kerja, istirahat harian, serta libur mingguan. Termasuk juga adanya hak untuk mengajukan cuti.
Salah satu poin krusial lainnya adalah adanya batas usia minimum 18 tahun untuk bekerja sebagai PRT.