Pemerintah terus memantau perkembangan Covid-19 di dunia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun memastikan bakal ada varian baru virus corona.
Hal ini lantaran kasus Covid-19 di berbagai negara tengah meningkat. Negara di Eropa, Amerika, hingga Jepang melaporkan kasus konfirmasi harian lebih dari 100 ribu.
"Pasti akan timbul varian baru karena adanya kasus konfirmasi setinggi ini," kata Budi di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (23/8). Pemerintah juga telah melihat adanya subvarian baru di Amerika Serikat hingga Eropa.
Ia pun memprediksi, ujian Covid-19 di Indonesia bisa terjadi pada enam bulan mendatang, yaitu pada Januari hingga Maret 2023. Namun, mutasi virus diperkirakan lebih lemah dari varian Omicron saat ini.
Budi mengatakan, virus membutuhkan inang untuk bertahan hidup. Karena itu, virus akan melemah lantaran tidak ingin inangnya cepat mati.
"Jadi kemungkinan besar mutasi berikutnya dari omicron pasti lebih lemah," kata dia.
Meski begitu, pemerintah tetap mempersiapkan kemungkinan masuknya varian baru ke Tanah Air. Hal ini dilakukan dengan menjaga tingkat imunitas masyarakat tetap tinggi seperti saat ini.
Hasil serosurvei pada Juli 2022 menunjukkan antibodi Covid-19 pada masyarakat mencapai 98,5%. Tingkat antibodi yang dimiliki berkisar lebih dari 2.000 U/mL.
Makanya kasus konfirmasi harian corona di Tanah Air lebih rendah dibandingkan negara lain. Untuk itu, pemerintah akan mendorong vaksinasi corona pada akhir tahun ini. Pemberian vaksin akan difokuskan untuk kelompok dengan imunitas rendah.
Guna mendukung vaksinasi, pemerintah akan melakukan sero survei pada November mendatang. Ini dilakukan untuk mengetahui daerah yang mengalami penurunan imunitas. "Orang-orang mana yang berisiko tinggi, nanti itu yang akan kami vaksinasi," katanya.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Eropa melaporkan masih ada potensi kemunculan varian baru yang lebih kuat dari subvarian Omicron yang dominan saat ini. Jika varian itu mampu menghindari kekebalan sebelumnya, skenario terburuk akan terjadi.
"Semua skenario (dengan varian baru) menunjukkan potensi gelombang besar di masa depan," kata laporan WHO Eropa. Bahkan, kondisi pandemi bisa sama atau lebih buruk dari gelombang penularan 2020/2021.