Indonesia terancam sanksi dari Federation Internationale de Football Association (FIFA) lantaran menggunakan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Presiden Joko Widodo pun menyerahkan keputusan sanksi kepada induk organisasi sepak bola dunia itu.
Kepala Negara mengatakan, ia telah menelepon Presiden FIFA Gianni Infantino pada Senin (3/10) malam. Pembicaraan tersebut membahas banyak hal terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan.
"Keputusan apapun adalah kewenangan di FIFA," kata Jokowi di Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/10).
Selain itu, keduanya membahas Piala Dunia U-20 yang diselenggarakan di Indonesia pada tahun depan. Namun, Mantan Wali Kota Solo itu tidak merinci pembahasan tersebut.
Jokowi siang ini juga akan bertolak ke Malang untuk memberikan santunan kepada keluarga korban tragedi Kanjuruhan. Masing-masing korban akan mendapatkan uang Rp 50 juta.
Insiden di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1 Oktober lalu mengakibatkan 131 orang meninggal dunia. Tragedi terjadi usai aparat melontarkan gas air mata ke tribun selatan yang dipenuhi penonton usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya.
Adapun, FIFA memiliki Stadium Safety and Security Regulations atau Aturan Keselamatan dan Keamanan di Stadion. Aturan FIFA itu secara terang mengatur larangan penggunaan gas air mata sebagai senjata polisi dalam pengendalian massa ketika terjadi kericuhan sekalipun.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan negara untuk mengatasi atau mengendalikan massa seperti itu tidak bisa dibenarkan.
Usman pun meminta aparat untuk mengusut tuntas persoalan ini. Sebab peristiwa ini dapat dihindari jika aparat keamanan memahami aturan penggunaan gas air mata.
"Aparat keamanan harus memastikan penghormatan penuh atas hak untuk hidup dan keamanan semua orang," ujar Usman melalui keterangan resmi Amnesty International Indonesia, Minggu (2/10).
Pihaknya mendesak negara untuk menyelidiki secara menyeluruh, transparan dan independen atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh aparat keamanan serta mengevaluasi prosedur keamanan dalam acara yang melibatkan ribuan orang.
"Akuntabilitas negara benar-benar diuji dalam kasus ini," kata Usman.