Kementerian Kesehatan menyelidiki kasus cedera ginjal akut yang menyebabkan kematian lebih dari 20 anak di ibu kota Jakarta tahun ini. Pengusutan ini setelah terkuaknya kasus kematian hampir 70 anak di Gambia, Afrika karena karena ginjal akut setelah mengkonsumsi obat batuk sirup yang mengandung parasetamol.
Juru bicara kementerian kesehatan, Mohammad Syahril, mengatakan Indonesia akan berkoordinasi dengan peneliti dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang telah menemukan kadar dietilen glikol dan etilen glikol dalam obat batuk yang menyebabkan anak meninggal di Gambia.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menemukan sebanyak 131 kasus cedera ginjal akut misterius pada anak di Indonesia sejak Januari lalu. Syahril mengatakan kepada Reuters, pemerintah masih menghitung jumlah kematian secara nasional.
Dia juga mengatakan, kasus ginjal akut di Indonesia kemungkinan tidak ada hubungannya dengan kasus di Indonesia. Sebanyak 69 anak di Gambia, Afrika meninggal dunia setelah mengkonsumsi obat batuk dan pilek sirup buatan Maiden Pharmaceuticals. Pemerintah India telah menghentikan produksi perusahaan farmasi yang berbasis di New Delhi.
Otoritas kesehatan India menghentikan semua produksi Maiden Pharmaceuticals setelah laporan menerima laporan WHO. Obat batuk dan pilek sirup itu diimpor dari India oleh Atlantic Pharmaceuticals yang berbasis di Atlanta, Amerika Serikat.
Hasil analisis WHO menunjukkan empat produk Maiden yakni Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup dan Magrip N Cold Syrup - memiliki jumlah dietilen glikol dan etilen glikol yang "tidak dapat diterima", sehingga menjadi racun dan timbal yang menyebabkan ginjal akut.
Dietilen glikol dan etilena glikol digunakan sebagai alternatif yang lebih murah dalam beberapa produk farmasi untuk gliserin, pelarut atau zat pengental dalam banyak sirup obat batuk.
IDAI Waspadai 131 Kasus Ginjal Akut Misterius pada Anak
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengimbau agar orang tua mewaspadai gejala gangguan ginjal akut misterius yang terjadi pada anak, terutama gejala spesifik berupa penurunan volume urine atau air seni.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI dr. Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) mengatakan, anak-anak yang mengalami gangguan ginjal tersebut hampir semuanya datang dengan keluhan tidak buang air kecil atau buang air kecil yang sangat sedikit.
"Maka mungkin itu yang menjadi, kami ingin menyampaikan kewaspadaan, adalah bahwa kalau ada penurunan jumlah volume buang air kecil pada anak-anak maka itu harus segera diperiksakan ke rumah sakit," kata Eka dalam konferensi pers virtual yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Menurut IDAI, gangguan ginjal akut misterius atau disebut dengan acute kidney injury (AKI) progresif atipikal yang terjadi di beberapa provinsi di Indonesia hingga saat ini belum diketahui penyebabnya (unknown origin). Dalam catatan IDAI, sebanyak 131 kasus telah dilaporkan sejak Januari hingga Oktober dari 14 provinsi di Indonesia.
Sejauh ini IDAI mencatat kasus gangguan ginjal misterius tersebut, terutama kasus di Jakarta, banyak terjadi pada anak di bawah usia lima tahun. Namun, kata Eka, ada juga pasien di luar Jakarta yang berusia belasan tahun.
Biasanya, anak yang mengalami AKI memiliki masalah ginjal bawaan. Namun menurut IDAI, pada kasus pasien-pasien yang ditemukan menderita gangguan ginjal akut misterius memiliki ginjal awal yang normal dan bukan sesuatu yang merupakan kelainan bawaan.
"Kami lihat bahwa anak-anak ini, dalam wawancara dengan orang tuanya mengenai riwayat penyakitnya itu tidak jelas, ada episode penyakit yang seperti itu. Tetapi dia tiba-tiba mengalami penurunan jumlah urine atau air seninya," kata Eka.