Ada Obat Tak Penuhi Standar Bisa Beredar di Pasaran, Ini Kata BPOM

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/hp.
Kepala Badan POM Penny K Lukito memberikan keterangan pers hasil pengawasan BPOM terkait obat sirup di Kantor BPOM, Jakarta, Minggu (23/10/2022). Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menguji sejumlah obat terkait kasus gangguan ginjal akut pada anak terdapat 133 obat yang aman atau yang tidak menggunakan pelarut pada obat seperti Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin atau Gliserol yang berpotensi menimbulkan cemaran senyawa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), obat tersebut
Penulis: Ade Rosman
Editor: Agustiyanti
24/11/2022, 19.55 WIB

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum lama ini merilis tiga merek obat yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi batas aman sehingga tak layak konsumsi. BPOM mengungkapkan alasan mengapa sejumlah obat yang tidak memenuhi standar bisa beredar di pasaran.

Plt. Direktur Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor BPOM Togi Junice Hutadjulu menjelaskan, pihaknya memang melakukan pengawasan. Namun, BPOM tidak selalu bisa berada di lokasi industri untuk mengawasi produksi farmasi setiap hari. 

"Kamitidak bisa 365 hari di 234 sarana produksi. Maka itu menjadi tanggujg jawab dari produsen," katanya, saat diskusi virtual, Kamis (24/11).

Ia mengatakan, pergantian bahan baku yang dilakukan industri farmasi  sangat mungkin dilakukan saat pembuatan obat. Hal ini dapat terjadi meski sudah ada aturan standar dalam produksi obat.

"Semuanya sudah ada ketentuan dalam produksi, misalnya standar CPOB, good manufacturing practice, bahasa Indonesianya cara pembuatan obat yang baik," katanya.

Ia mengatakan BPOM sebenarnya melakukan pengawasan sepanjang produksi, baik sebelum masuk ke pasar maupun setelah obat beredar di pasar. "Di pre-market, kami melakukan pencegahan dengan menerbitkan regulasi dan standar. Kami bekerja berdasarkan regulasi," katanya.

Menurut dia, industri farmasi memiliki tanggung jawab yang sama dengan regulator untuk mengawasi produksi setelah izin edar dikantongi. "Izin waktu yang disampaikan itu memang memenuhi standar, tetapi untuk setelah dia berproduksi, dia punya kewajiban. Jadi sebenarnya ada self-responsibility dari industri farmasi, dan juga kita sebagai regulatornya," katanya. 

Reporter: Ade Rosman