Penasihat hukum Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Ronny Talapessy mengatakan pihaknya menghadirkan tiga ahli sebagai saksi yang meringankan atau a de charge pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12). Saksi ahli dihadirkan untuk menjelaskan kondisi psikologis Richard Eliezer ketika eksekusi maupun kondisi setelahnya.
Ronny mengatakan ada tiga saksi ahli yang dihadirkan di sidang hari ini. Mereka adalah Guru Besar Filsafat Moral Romo Frans Magnis-Suseno SJ, Psikolog Klinik Dewasa Liza Marielly Djaprie, dan Psikolog Forensik Reza Idragiri Amriel.
"Kenapa kami hadirkan beliau (Romo)? Karena, pertama mau kami sampaikan bahwa terjadi konflik moral yang besar. Dilema moral yang dihadapi oleh Richard Eliezer ketika harus menembak almarhum Yosua," kata Ronny kepada wartawan, sebelum sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (26/12).
Selain itu, Ronny mengatakan, dihadirkannya Romo untuk menjelaskan dari sudut pandang filsafat moral situasi ketika peristiwa pembunuhan. Saat itu Richard harus mengambil keputusan ketika diperintahkan oleh atasannya, Ferdy Sambo, yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Selanjutnya Ronny mengatakan saksi ahli Liza dihadirkan karena merupakan seorang psikolog yang mendampingi Richard sejak Agustus 2022 lalu.
"Liza ini yang mendampingi pada saat di penyidikan, dan mengikuti proses bagaimana seorang Bharada E yang awalnya mudah ketakutan, trauma, tekanan, karena situasinya situasi yang tidak mudah untuk dia," kata Ronny.
Selain itu, dihadirkan pula ahli psikologi forensik Reza untuk menggambarkan kondisi psikologis Richard saat menerima perintah untuk mengeksekusi Yosua.Pada perkara tersebut, Richard didakwa melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J, bersama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Adapun, peran Richard dalam peristiwa tersebut sebagai eksekutor penembakan atas perintah Sambo yang kala itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Berdasarkan hal tersebut, Richard bersama dengan Sambo, Putri, Ricky, dan Kuat didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.