Kementerian Kesehatan atau Kemenkes mendata angka kondisi kurang gizi kronis atau stunting balita masih tinggi di dalam negeri. Rendahnya konsumsi protein hewani dinilai menjadi salah satu penyebabnya.
Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Ni Made Diah mencatat angka minimal konsumsi protein hewani pada anak adalah 62 gram. Menurutnya, kelompok masyarakat dengan pendapatan menengah ke atas telah mencapai target tersebut.
"Tapi bisa dilihat di kuintil pengeluaran 1, 2, dan 3 ini masih di bawah standar. Secara keseluruhan, dari konsumsi protein ini cukup rendah dibandingkan total konsumsi," kata Diah dalam konferensi pers virtual, Jumat (20/1).
Diah menilai kondisi tersebut ironis lantaran Indonesia dikelilingi oleh laut yang memiliki cadangan ikan yang banyak. Diah menilai konsumsi ikan per kapita di dalam negeri masih kurang maksimal atau baru mencapai 40-50 kilogram.
Di samping itu, konsumsi daging per kapita di dalam negeri masih di bawah 40 gram per kapita. Angka tersebut lebih rendah dari negara-negara di Benua Afrika maupun wilayah Timur Tengah yang telah mencapai 40-165 gram per kapita.
Dari paparan Diah, rata-rata konsumsi protein hewani di dalam negeri hanya mencapai 17,74 gram atau hanya 28,61% dari jumlah yang dianjurkan untuk mencegah stunting. Pada 2022, angka stunting di dalam negeri masih mencapai 24,4% dari populasi atau tinggi.
Selain itu, angka kekurangan gizi masih mencapai 7,1% atau masuk dalam kategori sedang. Sebagai informasi, stunting mengakibatkan tingkat kematian anak lebih tinggi dibandingkan dengan anak bergizi baik.
Diah mencatat Indonesia adalah salah satu negara dengan tiga beban masalah gizi. Masalah terakhir yang dimaksud adalah masalah kelebihan beban atau overweight pada anak. Calam catatan Diah, angka overweight anak di dalam negeri pada 2022 adalah 3,8% atau masuk dalam kategori rendah.
Diah memaparkan anak-anak di dalam negeri tidak mengalami perbaikan status gizi dari tahun ke tahun. Dari data Kemenkes, seluruh kelompok anak secara nasional dari bayi baru lahir hingga umur 5 tahun mengalami kekurangan gizi.
Makanya, Diah mendorong agar para ibu mulai memberikan protein hewani kepada anaknya secara bertahap. Menurutnya, anak harus mulai mendapatkan protein hewani sejak berumur 6 bulan.
Secara komposisi, konsumsi protein hewani pada anak dianjurkan mencapai 30% dari total asupan per hari, sementara selebihnya didapatkan dari air susu ibu (ASI). Protein hewani tersebut diberikan dalam bentuk makanan pengganti ASI atau MPASI dan diberikan secara bertahap sesuai dengan umur anak.
Sedangkan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Piprim Basarah mengatakan masih banyak masyarakat yang salah kaprah terkait pemberian MPASI pada anak. Seharusnya, komponen utama MPASI adalah protein hewani yang dapat memicu pertumbuhan anak dan mencegah stunting.
"Kalau dikasih MPASI berupa sayur-mayur yang banyak, anak akan kenyang dengan hal itu dan tujuan pemberian asupan nutrisi kaya protein hewani tidak tercapai," kata Piprim.
Menurutnya, pencegahan stunting saat ini menjadi sangat penting mengingat 31 provinsi di dalam negeri telah terjadi Kejadian Luar Biasa atau KLB terkait penyakit campak. Sebagai informasi KLB diberikan saat angka sebuah penyakit di suatu daerah melonjak atau penyakit yang sebelumnya ada menjadi ada.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta pemerintah daerah memberikan intervensi pada masa kritis balita. Menurutnya, hal tersebut penting agar target penurunan stunting menjadi 14% pada 2024 dapat tercapai.
Masa kritis yang dimaksud Jokowi adalah saat bayi berumur kurang dari 24 bulan. Pada umur tersebut, Kepala Negara menilai bayi harus diberikan makanan alami untuk menghindari stunting.
"Jangan diberikan makanan yang namanya ultra process, seperti biskuit dan bubur instan. Hati-hati, ini banyak dilakukan ibu, ini keliru," kata Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah se-Indonesia 2023, Selasa (17/1).