Petani Cabai di Sulsel Hemat Jutaan Rupiah dari Bibit dan Pupuk Gratis
Bank Indonesia melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) membagikan bibit dan pupuk gratis kepada para petani. Rahman, petani cabai keriting asal Tamalate, Makassar mengaku bisa hemat hingga lebih Rp 30 juta berkat bantuan bibit dan pupuk gratis tersebut.
Tak hanya Rahman, para petani cabai lainnya di Sulawesi Selatan juga merasakan manfaat yang sama.Sejumlah perwakilan kelompok tani dari berbagai penjuru Sulawesi Selatan yang merupakan penerimaan bantuan bibit hingga peralatan pertanian dari BI berkumpul di gedung Balai Prajurit Jenderal M Yusuf kota Makassar minggu pagi, (5/3).
GNPIP merupakan program yang digelar Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP/D) untuk mengendalikan harga-harga bahan makanan tidak melonjak tajam. Inflasi bahan pangan sempat melesat di atas 10% secara tahunan pada pertengahan tahun lalu. Kekurangan pasokan beberapa bahan pangan memicu lonjakan harga seperti cabai, termasuk harga beras yang terus naik beberapa bulan terkahir.
Melalui GNPIP, BI dan pemerintah melakukan sejumlah program, di antaranya bagi-bagi bibit cabai gratis hingga bantuan peralatan dan sarana prasarana pertanian seperti pupuk. Rahman merupakan salah satu penerimanya. Bersama empat rekannya yang tergabung dalam kelompok tani Sukamaju sehari-harinya menggarap lahan cabai seluas satu hektare di Tamalate, daerah di pinggiran Kota Makassar yang masih cukup subur untuk pertanian. Kelompok tani Rahman telah memperoleh 1.600 bibit cabai gratis.
Bibit cabai tersebut sudah ditermanya sejak akhir tahun lalu, tetapi baru mulai ditanam dua bulan terakhir karena faktor cuaca. Ribuan bibit cabai keriting itu pun tidak ditanam semuanya secara langsung, melainkan bertahap menyesuaiakan ukuran pohon. Bibit diterima dengan umur yang berbeda-beda, sehingga masa tanamanya juga bertahap.
Melalui bibit gratis itu, ia bisa menghemat hampir Rp 200 ribu. Ia bersama kelompok taninya juga memperoleh bantuan pupuk dan sarana prasarana pertanian gratis seperti mulsa plastik.
"Pupuk yang diberikan itu sesuai dengan takaran yang dipakai untuk satu hektar, jadi kemarin saya dapat beberapa karung lengkap dengan mulsa plastiknya. Untuk pupuk itu kalau beli sendiri antara Rp 900 ribu-Rp 1 juta per sak, kira-kira untuk satu hektar bisa Rp 30 jutaan," kata Rahman ditemui sata hadir di seremin Kick Off GNPIP 2023 di Makassar, Minggu (5/3).
Berkebun cabai keriting di lahan seluas satu hektare itu menghasilan untung yang tidak kecil. Rahman dan rekan-rekanya bisa mengantongi lebih dari Rp 30 juta untuk panen selama satu musim jika harga cabai sedang tinggi.
Abdul Kadir, petani cabai rawit dari Wajo juga punya cerita serupa. Kelompok taninya, Lempolapeca memperoleh bantuan mesin cultivator. Alat ini berfungsi untuk mengolah tanah dan menggemburkan tanah yang kering sekaligus menghilangkan gulma.
Berkat alat tersebut, menurut Kadir, ia tak perlu mengeluarkan dana tambahan untuk pestisida pembasmi gulma. Adapun alat tersebut, ia gunakan bergantian dengan sekitar 30 anggota kelompoknya.
Menurut Kadir, ia harus merogoh kocek hingga Rp 15 juta untuk membeli cultivator sendiri jika tak mendapat bantuan. "Alat itu penting sekali karena tanah di Wajo sudah padat sekali, jadi perlu alat untuk pengolahannya," kata dia ditemui di lokasi yang sama dengan Rahman.
Wajo berjarak sekitar 200 km dari Kota Makassar. Dari pengakuan Kadir, tanah di daerahnya sudah cukup keras tetapi masih subur ditumbuhi beberapa komoditas palawija seperti padi hingga jagung.
Kadir sendiri memiliki lahan cabai yang luasnya sekitar 50 are. Bertani cabai, menurutnya, cukup menjanjikan karena dalam sekali panen bisa mengantongi hingga puluhan juta. Cabai itu kemudian dijual bukan hanya ke ibu kota provinsi, tetapi hingga kota-kota di pulau Jawa.