Polemik HGB Hotel Sultan, Kemensetneg Singgung Putusan MA

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Mobil melintas di depan Hotel Sultan di Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat (3/3/2023). Kementerian Sekretariat Negara melalui Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) akan mengelola Hotel Sultan setelah memenangkan gugatan putusan Peninjauan Kembali (PK) atas sengketa lahan Blok 15 Kawasan Gelora Bung Karno atau bangunan Hotel Sultan dari PT Indobuildco.
18/3/2023, 14.48 WIB

Kementerian Sekretariat Negara mengatakan negara memiliki hak atas pengelolaan Blok 15 Gelora Bung Karno. Sekretaris Kemensetneg Setya Utama mengatakan hal tersebut merupakan hasil putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung tahun 2011.

Pernyataan Setya ini merespons pengumuman yang disampaikan pihak Pontjo Sutowo soal pengelolaan lahan Hotel Sultan yang masuk dalam blok 15. Setya mengatakan amar putusan PK-1 Majelis Hakim Mahkamah Agung menyatakan sah Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 169/HPL/BPN/89 tanggal 1989.

Setya mengatakan putusan tersebut menghukum PT Indobuildco membayar royalti kepada Kemensetneg sebagai pengelola Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK).

"Semua fakta dan argumen yang disampaikan sudah dipertimbangkan pengadilan dalam putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) melalui PK-1 tanggal 23 November 2011," kata Setya di Jakarta, Sabtu (18/3) dikutip dari Antara.

Setya mengatakan PK-1 tersebut juga dikuatkan lewat penolakan atas tiga permohonan PK yang diajukan Indobuildco. Ketiganya adalah PK-2 tanggal 19 Desember 2014, PK-3 pada 4 Desember 2020, serta PK-4 tanggal 21 Juni 2022.

Setya juga mengapresiasi konsistensi MA dalam menerbitkan empat putusan yang berdampak pada penyelamatan aset negara strategis. Ia juga menyayangkan pihak Pontjo menggugat aturan yang sah.

"Surat Keputusan kepala BPN Nomor 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 yang dinyatkan sah Majelis PK Mahkamah Agung kembali digugat ke PTUN," katanya.

Setya mengatakan pihaknya akan merevitalisasi kawasan GBK karena akan menyelenggarakan sejumlah kegiatan olahraga dan non olahraga. Beberapa adalah Pilaa Dunia U-20, FIBA World Cup, serta Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.

Revitalisasi dilaksanakan dengan membenahi ifnrastruktur, penambahan area parkir, hingga penataan hutan kota. "Termasuk di dalamnya kawasan blok 15," katanya.

Argumentasi Pihak Pontjo Sutowo

Sebelumnya, perusahaan Pontjo, PT Indobuildco mengatakan telah mendapatkan Hak Guna Bangunan atau HGB dari pemerintah secara sah. Semua bermula saat Pemerintah DKI Jakarta membutuhkan hotel untuk konferensi Pasific Asia Travel Association (PATA) pada 1974.

Adapun, HGB yang dimaksud adalah HGB Nomor 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora di Blok 15 Gelora Bung Karno. Total luas kedua HGB tersebut mencapai 140.786 meter persegi.

Pada 1971, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin meminta Direktur Utama PT Pertamina Ibnu Sutowo untuk membangun hotel di Blok 15 Gelora Senayan. Alhasil, pemerintah DKI Jakarta menerbitkan SK Gub. DKI Nomor 1733/71 tanggal 21 Agustus 1971.

Pada 1972, Indobuildco mengajukan permohonan HGB kepada pemerintah yang akhirnya menghasilkan HGB Nomor 20/Gelora. Setahun kemudian, HGB Nomor 20/Gelora dipecah menjadi HGB No. 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora.

Pihak Indobuildco mengatakan kesalahan pemerintah terjadi pada 15 Januari 1984. Saat itu, pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden No. 4-1984 yang menyatakan tanah bekas Asian Games keempat pada 1962 menjadi milik negara.

Aturan tersebut menyatakan bahwa tanah dan bangunan di atas tanah yang ada di Kompleks Gelora Senayan merupakan milik negara. Kuasa hukum Indobuildco mengatakan tanah tersebut berstatus Tanah Bebas saat pendirian hotel maupun penerbitan HGB Nomor 20/Gelora.

Keputusan Presiden tersebut pada akhirnya diperkuat dengan Surat Kepala BPN No. 109/HPL/BPN/1989 tanggal 15 Agustus 1989 tentang Pemberian Hak Pengelolaan kepada Sekretariat Negara.

Kuasa hukum Indobuildco mengatakan hal tersebut tidak masalah lantaran Kementerian Sekretariat Negara mengirimkan surat Nomor 187/A/M.Sesneg/10/1999 kepada Kepala Pertanahan Jakarta Pusat.

Surat tersebut dikirim setelah perusahaan mengajukan perpanjangan HGB pada 1999. Saat itu, Pemerintah DKI Jakarta menyetujui perpanjangan HGB Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora atas nama Indobuildco.

Kuasa hukum menyatakan perpanjangan HGB saat itu menyatakan HGB Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora tidak berada di atas tanah milik negara atau HPL Nomor 1/Gelora. Ini diperkuat lagi dengan Surat Kakanwil BPN DKI Jakarta tanggal 29 Oktober 2022 kepada Direksi BPGS.

"Intinya menegaskan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora tidak berada di atas HPL No. 1/Gelora," kata Amir.