Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan meminta seluruh kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah mulai bersiap menghadapi fenomena El Nino atau pemanasan suhu muka laut, yang diperkirakan berlangsung Agustus 2023 mendatang.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Meteorologi Dunia menyatakan, fenomena La Nina yang telah terjadi selama tiga tahun berturut-turut dan membawa cuaca lebih basah akhirnya telah berakhir, sebagai gantinya El Nino akan membawa suhu menjadi tinggi sehingga membuat cuaca menjadi lebih kering.
Berdasarkan data yang diperoleh Kementerian Koordinasi Kemaritiman dan Investasi, suhu laut juga telah mencapai rekor tertingginya setelah terakhir terjadi pada tahun 2016 yang lalu. Belum lagi gelombang panas yang mendorong rekor suhu tertinggi di Asia akhir-akhir ini.
"Dari pemodelan cuaca yang kami dapatkan El Nino diprediksi akan terjadi pada Agustus 2023, meski ketidakpastian tingkat keparahan El Nino masih sangat tinggi," tulis Luhut di akun instagram resmi miliknya, Rabu (26/4).
Untuk itu, dia mengimbau para pemangku kepentingan untuk bersiap dalam kondisi yang paling ekstrem sekalipun. "Saya meminta seluruh K/L terkait juga pemerintah daerah untuk mulai bersiap sejak dini, memperhitungkan segala langkah yang mesti ditempuh agar pengalaman buruk delapan tahun lalu tidak terulang kembali," tegas Luhut.
Belajar dari pengalaman tahun 2015 lalu yang terjadi di Indonesia, menurut Luhut, El Nino berpotensi menyebabkan dampak kekeringan yang luas serta kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah. Berdasarkan data Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), hal ini berkorelasi pada turunnya produksi pertanian dan pertambangan.
Belum lagi dampak luas terhadap inflasi Indonesia dikarenakan besarnya kontribusi inflasi pangan terhadap inflasi keseluruhan . Hal ini terjadi karena diperkirakan 41% lahan padi mengalami kekeringan ekstrem di tahun tersebut.
Data World Food Programme bahkan menyebut, 3 dari 5 rumah tangga kehilangan pendapatan akibat kekeringan, dan 1 dari 5 rumah tangga harus mengurangi pengeluaran untuk makanan akibat kekeringan.
"Mari kita tetap waspada dan saling menjaga di masa-masa sulit seperti ini sehingga kerugian yang terjadi akibat peralihan cuaca bisa kita reduksi bersama demi kemaslahatan masyarakat Indonesia seluruhnya," katanya.