Kendaraan Listrik Tak Laku, INDEF Nilai Terkait Kebijakan BBM Subsidi

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nym.
Penjual menata motor listrik di Selis Center, Jakarta, Senin (20/3/2023).
23/5/2023, 14.18 WIB

Kebijakan subsidi kendaraan listrik kurang mendapat respons dari masyarakat. Kepala Staf Kepresidenan sekaligus Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik, Moeldoko, mengatakan hanya 108 unit motor listrik terjual setelah kebijakan subsidi kendaraan listrik berjalan dua bulan.

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai masyarakat kurang tertarik dengan subsidi kendaraan listrik karena masih bisa memperoleh BBM bersubsidi.
Saat ini pemerintah menerapkan kebijakan BBM bersubsidi dengan skema terbuka atau dapat diakses oleh semua golongan.

Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, Abra Talattov, mengatakan kebijakan penyaluran subsidi kendaraan listrik seharusnya berjalan paralel dengan strategi pengetatan distribusi BBM bersubsidi.

“Persoalan ini bukan hanya terletak pada aspek sosialisasi dan infrastruktur. Tapi sepanjang subsidi Pertalite sifatnya terbuka dan belum tertutup, ini tantangan bagi penjualan kendaraan listrik, khususnya sepeda motor,” kata Abra saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Selasa (23/5).

Abra beranggapan, program diskon kendaraan listrik seharusnya beriringan dengan kebijakan pengetatan distribusi Pertalite melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Sehingga, menurut Abra, iming-iming kampanye pemerintah soal manfaat penggunaan kendaraan listrik yang dapat menghemat konsumsi BBM tak relevan dengan akses semua golongan terhadap BBM bersubsidi Pertalite.

PLN pernah merilis proyeksi satu liter bensin setara dengan 1,2 kwh listrik dengan jarak tempuh yang sama. Satu liter bensin seharga Rp 12.000-15.000 setara dengan 1,2 kwh listrik senilai Rp 1.800.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengklaim bahwa ongkos bahan bakar mobil listrik dengan jarak tempuh Jakarta - Bali berada di kisaran Rp 300.000. Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan ongkos BBM mobil konvensional yang mencapai Rp 1,5 juta.

“Masyarakat tidak hanya melihat dari diskon dan sisi harga pembelian. Karena semua golongan bisa mengakses BBM Pertalite, maka penggunaan mobil dan motor konvensional masih terjangkau secara operasional,” ujar Abra.

Abra menilai, peluncuran insentif kendaraan listrik idealnya terintegrasi dengan implementasi kebijakan pengetatan distribusi BBM bersubsidi. Melalui reformasi subsidi energi, masyarakat yang tidak berhak untuk mendapatkan jatah BBM bersubsidi akan secara bertahap beralih ke kendaraan listrik karena hitung-hitungan konsumsi BBM yang tinggi.

“Jadi ketika pemanfaatan motor listrik ini meningkat, subsidi BBM bisa berkurang. Bukan seperti kondisi anomali saat ini, ada subsidi kendaraan listrik dan subsidi energi juga naik,” kata Abra.

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengakui inisiatif masyarakat untuk mengambil insentif kendaraan listrik masih minim karena sosialisasi yang belum optimal. Sejak diluncurkan pada Maret 2023, penyaluran subsidi motor listrik senilai Rp 7 juta baru mencapai 108 unit.

Hal serupa juga terjadi pada penyaluran insentif mobil listrik. Insentif berupa potongan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 1% mulai 1 April juga belum mampu mengerek tingkat penjualan yang signifikan. Moeldoko menambahkan, pemerintah juga tengah berencana untuk mengubah mekanisme pengenaan pemangkasan PPN pada insentif mobil listrik.

Tahun ini pemerintah menargetkan penyaluran insentif kendaraan listrik yang ambisius, dengan target penyaluran insentif Rp 7 juta untuk 200.000 unit motor listrik dan pemangkasan PPN kepada 35.000 mobil listrik.

Adapun Kementerian ESDM mencatat hingga 4 Mei baru ada 160 pengajuan insentif konversi motor listrik dari motor BBM sejak program ini bergulir pada Maret lalu. Angka ini masih minim jika dibandingkan dengan target konversi sebanyak 50.000 unit sepanjang 2023 dari pemberian subsidi ini.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, menyampaikan beberapa kendala dalam implementasi konversi motor listrik. Di antaranya penyiapan tata kelola pelaksanaan program konversi motor listrik yang memerlukan koordinasi dengan pemangku kebijakan terkait.

Sejumlah catatan penting adalah penyiapan bengkel Konversi tersertifikasi sehingga hasil konversi dapat memenuhi kualitas serta ketersediaan pasokan komponen motor konversi seperti baterai.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu