Pemerintah telah menyalurkan 59% kuota bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi pada periode Januari hingga Agustus 2024, termasuk Solar, minyak tanah, dan Pertamax.
Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa pemerintah membahas dua hal dalam revisi Perpres 191/2014 tentang BBM, yakni terkait kadar sulfur dan bagaimana agar BBM subsidi tepat sasaran.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mulyanto menyambut rencana pemerintah untuk meluncurkan BBM jenis baru yang rendah sulfur. Namun ia meminta agar BBM tersebut tidak menggantikan BBM bersubsidi.
Pemerintah memastikan bahwa belum ada rencana untuk membatasi pembelian BBM subsidi, maupun menaikkan harga bahan bakar tersebut pada 17 Agustus 2024 mendatang.
Pemerintah dinilai memiliki tiga pekerjaan rumah besar sebelum bisa menerapkan kebijakan pembatasan BBM subsidi yang selama ini justru dinikmati kelompok masyarakat mampu.
Menteri ESDM Arifin Tasrif memastikan tidak akan ada pembatasan pembelian BBM subsidi mulai 17 Agustus mendatang seperti yang diungkapkan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
BPH Migas berkoordinasi dengan pemerintah provinsi (pemprov) untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian penyaluran BBM subsidi agar lebih tepat sasaran.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa ada usulan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi yakni Pertalite. Hal ini seiring naiknya harga minyak yang membuat selisib
Pertamina mulai menguji coba penjualan Pertalite melalui Pertashop yang berubah fungsi menjadi SPBU compact. Uji coba dilaksanakan di beberapa provinsi, khususnya Sulawesi.
BPH Migas mengungkapkan bahwa aturan pembatasan Pertalite masih dibahas di Kemenko Perekonomian, salah satunya terkait kriteria kendaraan yang bisa membeli berdasarkan CC mesin.
BPH Migas melaporkan bahwa selama empat bulan pertama tahun ini telah menyalurkan 30% dari total kuota BBM subsidi Solar, minyak tanah, hingga Pertalite.