Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sepakat dengan keputusan pemerintah untuk mencabut status pandemi. Namun IDI meminta masyarakat tidak mengubah beberapa protokol kesehatan walau telah masuk dalam fase endemi Covid-19.
Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar IDI Erlina Burhan menjelaskan status endemi tidak menandakan lenyapnya corona di dalam negeri. Menurutnya, status endemi menandakan penularan Covid-19 telah terkendali namun masih ada risiko untuk melonjak.
"Contoh penyakit endemi di Indonesia adalah demam berdarah dan malaria. Kalau kemudian peningkatan kasus Covid-19 terjadi tiba-tiba statusnya itu naik ke epidemi," kata Erlina dalam konferensi pers virtual, Kamis (22/6).
Erlina mengatakan status Covid-19 dapat naik menjadi pandemi jika penanganan kasus di lima benua melonjak. Oleh karena itu, Dokter Spesialis Paru ini mengimbau masyarakat tetap disiplin memakai masker di ruang publik.
Erlina mengkhususkan imbauan tersebut kepada masyarakat rentan, seperti lansia, penderita komorbid, dan masyarakat yang memiliki gejala Covid-19 .Beberapa gejala yang dimaksud adalah, batuk, flu, demam, dan pilek.
"Kita semua tahu Covid-19 ini penyakit menular, jadi tetap jangan mengabaikan risiko penularan," katanya.
Di samping itu, Erlina meminta pemerintah tetap menjaga akses masyarakat pada vaksin Covid-19 tetap dibuka. Walaupun harus berbayar, Erlina berharap pemerintah tetap menanggung biaya vaksinasi bagi masyarakat rentan dan tidak mampu.
Selain itu, Erlina berharap biaya vaksinasi yang dibebankan pemerintah ke masyarakat nantinya kurang dari Rp 100.000 per dosis. Hal ini dinilai penting agar akses masyarakat ke vaksin Covid-19 tetap luas dan terjangkau.
Erlina juga menyarankan agar pemerintah menjaga ketersediaan oksigen di dalam negeri. "Kita ada pengalaman yang kurang menyenangkan terkait akses oksigen pada masa lalu," ujarnya.
Pengalaman yang dimaksud adalah krisis oksigen medis saat puncak Covid-19 varian Delta pada pertengahan 2021. Saat itu, kebutuhan oksigen medis mencapai 124.029 silinder oksigen berukuran 7 meter kubik per hari, sedangkan kemampuan produksi nasional adalah 1.700 ton oksigen per hari.
Terakhir, Erlina mendorong pemerintah mengalokasikan anggaran untuk riset Long Covid-19 dengan tujuan pengobatan. Ia masih menemui pasien dengan keluhan long Covid yang menurunkan kualitas hidup.
"Kami masih perlu melakukan riset soal long Covid supaya tahu bagaimana menyembuhkan pasien Covid-19 dengan sempurna," kata Erlina.