Pasar Kangen di Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah dihadiri oleh lebih dari 15.000 pengunjung selama tiga hari. Salah satu rangkaian agenda budaya 'Satu dalam Cita' ini dibuka untuk umum di Pamedan Pura Mangkunegaran selama 23 – 25 Juni.
Ada lebih dari 60 pelaku usaha mikro kecil menengah atau UMKM di Solo yang berpartisipasi dalam Pasar Kangen di Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah. Kuliner yang tersedia mulai dari makanan khas Solo hingga jajanan pasar.
Selain itu, ada beragam produk kesenian seperti baju dan kain batik. Bahkan terdapat talkshow, pertunjukan musik keroncong dan stand up comedy.
Pendiri sekaligus Ketua Pasar Kangen Jogja Ong Hari Wahyu menjelaskan, secara ideologis, Pasar Kangen merupakan upaya kedaulatan atau ketahanan pangan. Berawal pada 2007, Ong pertama kali membuka pasar kangen di Yogyakarta.
“Awalnya ide Pasar Kangen muncul ketika 2007, karena anggapan kita pangan adalah kebudayaan. Jadi pangan itu bukan sekadar makanan, tapi juga kebudayaan,” ujar Ong di Pura Mangkunegaran, Solo.
Ia menjelaskan banyak turunan dalam sektor kuliner misalnya, dari sisi petani dan pemerintah. Kemudian dari proses pembibitan, teknologi, pengolahan pangan hingga penjual.
Selain untuk mendukung UMKM kota solo, Pasar Kangen menjadi wadah untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan literasi digital.
Wakil Ketua Umum Siberkreasi Rizki Ameliah mengungkapkan, komunitas budaya membantu dalam rangka meningkatkan literasi digital masyarakat. Caranya, lewat diskusi tentang hoaks dan bagaimana cara memanfaatkan media sosial untuk hal-hal yang positif.
“Masyarakat sudah harus paham tentang konsep cakap dan aman digital. Semua yang diunggah di media sosial harus dipahami dulu apa manfaat, serta tentunya cek dan ricek menjadi hal penting,” kata Rizki Ameliah dalam diskusi Etika dan Budaya di Dunia Digital, di Pura Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, Minggu (25/6).
Pengageng Pawedanan Panti Budoyo Pura Mangkunegaran GRAj Ancillasura Marina Sudjiwo mengungkapkan, media sosial mempunyai peranan penting dalam memperkenalkan budaya kepada masyarakat.
“Media sosial itu kan sudah jadi kehidupan kita dan semua ada di media sosial, mulai dari cerita sedih sampai gembira. Kita pun memakai media sosial untuk mempromosikan dan memberikan informasi tentang Pura Mangkunegaran,” ujar GRAj Ancillasura.
Chief Operating Officer Katadata Ade Wahjudi menambahkan, budaya warganet Indonesia masih buruk. Survei beberapa tahun lalu menyebutkan, perilaku warganet Tanah Air di dunia maya yang terburuk keempat di dunia setelah India, Meksiko dan Rusia.
Sebelumnya, Katadata bersama Kominfo juga membuat indeks literasi digital dan hasilnya menunjukkan belum memuaskan. Oleh karena itu, masih perlu banyak upaya dan bantuan dari berbagai pihak untuk memberikan pengetahuan tentang etika dan budaya di media sosial.
“Media sosial masih menjadi platform paling ampuh untuk melakukan kampanye atau menyebarkan informasi. Saat ini, WhatsApp dan Instagram menjadi platform media sosial yang paling banyak digunakan,” ujar Ade.
Ade berharap, edukasi yang rutin dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo dan pihak lain nonpemerintah bisa meningkatkan literasi digital, serta etika dan budaya di dunia digital.