Presiden Joko Widodo menyebut kebutuhan dana transisi energi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) mencapai US$ 29,4 triliun atau sekitar Rp 448 kuadriliun. Jokowi menyebut besaran modal tersebut dapat diperoleh lewat skema pembiayaan yang inovatif melalui kemitraan yang menguntungkan dan berkelanjutan.
“Pembiayaan yang berkelanjutan dan inovatif, ASEAN membutuhkan US$ 2,94 triliun untuk transisi energi,” kata Jokowi saat membuka forum ASEAN Indo-Pacific Forum di Hotel Mulia Jakarta pada Selasa (5/9).
Jokowi juga mendorong anggota negara ASEAN untuk aktif dalam kegiatan hilirisasi industri dan pembangunan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Menurutnya, dua strategi itu dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi ASEAN.
"Ekonomi ASEAN akan tumbuh lebih kokoh melalui hilirisasi industri dan pembangunan ekosistem EV adalah contoh konkrit membangun rantai pasok kawasan,” ujar Jokowi.
Di sela-sela pertemuan KTT ASEAN, Presiden Jokowi dan Perdana Menteri (PM) Vietnam Pham Minh Chinh membahas potensi kerja sama pengembangan ekosistem kendaraan listrik sektor swasta. Pertemuan berlangsung di Istana Negara pada Senin (4/9).
“Kedua pemimpin menyambut baik pengembangan ekosistem kendaraan listrik oleh sektor swasta serta mendorong kerja sama antara BUMN kedua negara,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan PM Vietnam.
Proyeksi kebutuhan dana untuk transisi energi ini berdasarkan riset lembaga International Renewable Energy Agency (IRENA). Kebutuhan dana itu untuk melaksanakan transisi energi ASEAN hingga 2050, dengan skenario 1,5 derajat C dengan skema 100 persen energi terbarukan.
"Menurut Laporan IRENA Renewable Energy Outlook for ASEAN, untuk melaksanakan transisi energi, ASEAN membutuhkan pendanaan sebesar US$ 29,4 triliun hingga tahun 2050," ujar Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif beberapa waktu lalu.
Arifin mengatakan, dana ini ditujukan untuk pengembangan pembangkit energi terbarukan, transmisi (nasional dan internasional), distribusi, dan penyimpanan, pasokan biofuel, elektrifikasi (mobil EV dan pengisi daya EV), serta dalam mempertimbangkan perspektif biaya yang lebih luas yang mencakup biaya bahan bakar, pengoperasian dan pemeliharaan.