KPK Nyatakan Penangkapan Syahrul Yasin Limpo Tak Salahi Aturan

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/Spt.
Jubir KPK Ali Fikri memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Penulis: Ade Rosman
13/10/2023, 16.57 WIB

Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri memastikan penangkapan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada Kamis (12/10) malam sesuai aturan. Ia membantah adanya rumor yang menyebut penangkapan Syahrul Yasin tidak prosedural karena ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri. 

"Pimpinan KPK tetap berhak menandatangani surat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi dalam bentuk administrasi penindakan hukum," kata Ali dalam keterangan yang dikutip Jumat (13/10).

Ali mengatakan, permasalahan teknis tak perlu dipersoalkan lantara berbeda penafsiran Undang-undang. Ia mengatakan semua administrasi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan memiliki aturan tata naskah yang berlaku di KPK.

Lebih jauh Ali menyebut KPK merupakan pemegang tanggung jawab tertinggi terkait kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi. Secara ex officio, tambah Ali, harus diartikan juga pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum. 

Menurut Ali pimpinan KPK tetap berwenang menetapkan tersangka dalam sebuah perkara. Selain itu, Ali menyatakan, penangkapan terhadap SYL dilakukan berdasarkan hukum.

"Prinsipnya begini, penangkapan dapat dilakukan terhadap siapapun yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup dan tidak harus didahului pemanggilan. Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapapun karena mangkir dari panggilan penegak hukum," kata Ali lagi.

Sebelumnya, KPK menangkap SYL pada Kamis (12/10) malam. Pada hari sebelumnya, KPK telah mengumumkan penetapan politikus Partai Nasional Demokrat itu sebagai tersangka bersama Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Muhammad Hatta. 

Dalam perkara ini Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut Syahrul diduga memungut setoran dari pejabat eselon 1 dan 2 di lingkungan Kementan. Uang itu disebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga inti.  Syahrul diduga memerintahkan Kasdi dan Hatta menarik uang yang bersumber dari realisasi anggaran di Kementan. 

Adapun realisasi anggaran yang menjadi bancakan itu menurut KPK sudah dimark up. Sumber uang lainnya berasal dari rekanan alias vendor yang bekerja dengan Kementan.  "Dengan penyerahan tunai, transfer rekening perbankan, hingga pemberian hadiah," kata Johanis. 

Para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf e dan 12 B Undan-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2021 jo UU nomor 31 Tahun 1999. 

Reporter: Ade Rosman