Tim Pengacara: Korupsi BTS Dipicu Pemerasan oleh Edward Hutahean

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU
Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G Kominfo Johnny G. Plate bersiap menjalani sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Penulis: Happy Fajrian
15/10/2023, 19.10 WIB

Tim penasihat hukum para terdakwa kasus dugaan korupsi BTS 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), merespons positif langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan Edward Hutahaean sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Edward diduga kuat menjadi makelar kasus dan mencoba memeras konsorsium penyedia BTS sehingga memicu pemberian kepada pihak lain, termasuk membiayai pengurusan perkara di Kejaksaan Agung.

“Kami mengapresiasi tindakan Kejagung menetapkan tersangka baru yang diduga melakukan pemerasan,” kata Jefri Moses Kam, penasihat hukum mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) Anang Achmad Latif dalam siaran pers, Minggu (15/10).

Dia berharap semoga hakim bisa melihat ada hal-hal yang menjadi penyebab awal munculnya pemberian-pemberian kepada pihak lain dalam kasus tersebut.

Dalam persidangan, kata Jefri, para saksi seperti Anang dan juga Galumbang Menak Simanjuntak (Dirut PT Mora Telematika Indonesia Tbk.) telah menyampaikan fakta pemerasan tersebut. Kejaksaan pun merespons kesaksian adanya pemerasan tersebut.

Maqdir Ismail, penasihat hukum Galumbang, menilai pemerasan dalam kasus BTS 4G ada dua kategori. “Pertama, pemerasan yang dilakukan oleh lembaga dan orang seperti Edward Hutahaean. Kedua, janji pengurusan perkara oleh orang tertentu dan ada yang melibatkan pengacara dan ada yang tidak melibatkan pengacara,” ujarnya.

Maqdir melanjutkan, jika ada niatan untuk mencari kebenaran dalam kasus BTS ini, semua pihak yang telah mendapatkan uang, termasuk oknum lembaga negara atau perpanjangan tangan lembaga negara harus diusut. “Usul saya harus dibentuk lembaga  independen untuk mengusut masalah ini, agar tidak ada tebang pilih,” ujarnya.

Dia menambahkan, semua pihak yang telah berupaya menghentikan atau memengaruhi pemeriksaan kasus tersebut, termasuk makelar kasus berkedok sebagai pengacara atau pengacara yang mempunyai hubungan istimewa dengan penyidik harus dimintai keterangan secara adil.  

“Sekarang momentum paling tepat untuk menghentikan kegiatan oknum yang mencari keuntungan dari kasus-kasus yang dilaporkan atau diusut oleh penegak hukum atau diadili oleh pengadilan,” tegas Maqdir.

Pada Jumat (13/10), Kejagung  menetapkan Edward Hutahaean (EH) sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kominfo paket 1, 2, 3, 4, dan 5.

“Setelah diperiksa kesehatannya dan oleh dokter dinyatakan sehat, EH langsung kami tahan,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Kuntadi di Jakarta.

Edward diduga telah melawan hukum melakukan pemufakatan jahat, menyuap atau gratifikasi atau diduga menerima, menguasai, menempatkan harta kekayaan berupa uang Rp 15 miliar yang patut diduga merupakan uang hasil tindak pidana.

Edward disangkakan melanggar Pasal 15 atau Pasal 12B atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Edward menambah panjang daftar tersangka dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G. Kejagung telah menetapkan 13 tersangka, termasuk Mantan Menteri Kominfo Johnny G. Plate dan eks Dirut BAKTI Anang Achmad Latif.

Kronologis Pemerasan

Nama Edward Hutahaean disebut dalam sidang kasus korupsi BTS 4G pada saat agenda pemeriksaan saksi-saksi  di Pengadilan  Tipikor Jakarta, Rabu (27/9). Edward Hutahaean merupakan Komisaris PT Mega Eltra, anak perusahaan BUMN, yaitu PT Pupuk Indonesia.

Saat itu, Anang  yang ditanya oleh penasihat hukum Galumbang, mengaku mengenal Edward Hutahaean. Anang juga mengungkapkan pernah diminta bertemu Edward di Restoran Star Lapangan Golf Pondok Indah.

Pertemuannya hanya berdua saja, yakni Anang dan Edward Hutahaean. Saat itu, kata Anang, proses di Kejagung sudah masuk proses penyelidikan. Edward menanyakan sejauh mana proses lidik tersebut.

“Saya bilang coba jalani saja. Saya belum tahu kira-kira ini kasusnya seperti apa. Beliau (Edward) menyampaikan bahwa ini bisa menjadi masalah besar kalau tak “diurus” sejak awal,” kata Anang.

Anang kemudian bertanya kepada Edward cara mengurusnya. Saat itu, Edward menyebutkan bahwa kasus BTS 4G merupakan proyek besar. “Kamu membutuhkan biaya yang cukup besar,” ujar Anang menirukan pernyataan Edward

“Pada saat itu beliau (Edward) menyebutkan angka US$ 8 juta. Beliau sampaikan pada saat itu bahwa, ‘Kalau kamu mau ngurus ini, siapkan US$ 2 juta dalam tiga hari ke depan,” ungkap Anang. “Saya kaget. Saya bilang ke Edward, ‘Pak, kalau uang sebesar itu, saya mendingan di penjara saja karena saya tidak punya uang sebesar itu’.”

Edward langsung berkata kepada Anang. ”Lho, kamu kan dekat dengan Galumbang. Kamu bisa minta dia,” ujar Anang menirukan Edward.  Lalu Anang bertanya. “Kenapa, harus Galumbang, dia kan tidak ikut (proyek) BTS,” ujar Anang. Edward, lalu menjawab,”kan, Galumbang pernah bermitra dengan BAKTI di proyek Palapa Ring,” kata Anang.

Dalam kesaksiannya, Anang mengaku tertekan oleh permintaan Edward. Penyebabnya, Edward juga meminta proyek dari BAKTI. Anang merasa diancam. “Beliau (Edward) pernah menyebutkan akan membuldozer bukan cuma BAKTI, tetapi juga satu Kementerian Kominfo,” kata Anang.

Edward Hutahaean bukan orang baru di dunia hukum. Edward Hutahaean yang bernama asli Naek Parulian Washington pernah terekam dalam berita tragedi kecelakaan lalu lintas Wakil Jaksa Agung Arminsyah di jalan tol Jagorawi pada April 2020.

Arminsyah saat kejadian bersama Edward Hutahaean. Dalam kecelakaan itu, Arminsyah tewas, sedangkan Edward selamat, tetapi terluka parah.