Sidang Praperadilan Syahrul Yasin Limpo, KPK Yakin Punya Cukup Bukti

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/Spt.
Jubir KPK Ali Fikri memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
7/11/2023, 15.06 WIB

Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyatakan keyakinan soal posisi komisi dalam perkara dugaan korupsi yang menjerat mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Menurut Ali penetapan Syahrul sebagai tersangka sudah sesuai dengan ketentuan sehingga KPK sangat siap dalam menghadapi sidang praperadilan yang digelar hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Kami jelaskan bahwa seluruh proses penyidikan, termasuk penetapan tersangka telah sesuai ketentuan undang-undang maupun hukum acara pidana dan SOP di KPK," kata Ali Fikri seperti dikutip Selasa (7/11). 

Menurut Ali sidang praperadilan yang diajukan Syahrul Yasin Limpo hari ini beragendakan pembacaan jawaban dari tim biro hukum KPK. Ali menjelaskan dalam sidang praperadilan tim biro hukum KPK juga akan memberikan keterangan disertai uraian alat bukti terkait penetapan tersangka tersebut.

"Dari jawaban yang sudah kami persiapkan dengan matang tersebut sudah seharusnya nanti hakim yang mengadilinya memutus menolak permohonan dimaksud," ujar Ali. 

Sebelumnya, Kuasa Hukum SYL Dodi Abdul Kadir mengatakan penetapan kliennya sebagai tersangka oleh KPK tidak sesuai prosedur. Ia menyebut penetapan Syahrul  melanggar ketentuan Pasal 1 ayat 2 KUHAP, UU KPK, Perkom 7/20 dan Putusan MK 21/2014.

"Berdasarkan hukum, dasar teori, fakta, dan argumentasi, SYL telah dinyatakan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK tanpa menggunakan bukti-bukti yang diperoleh dari proses penyidikan serta tanpa memeriksa calon tersangka sebagai saksi pada proses penyidikan yang sama," ujar Dodi.

Dodi berharap hakim tunggal Alimin Ribut Sujono yang menangani perkara bisa mengabulkan permohonan praperadilan. KPK pada Jumat (13/10) resmi menahan Syahrul Limpo dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kementerian tersebut.

Perkara dugaan korupsi tersebut bermula saat Syahrul menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019 sampai 2024. Dengan jabatannya tersebut, Syahrul yang merupakan politikus Partai Nasional Demokrat membuat kebijakan personal yang di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.

Kebijakan yang dibuat Syahrul berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023. Saat itu Syahrul menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta menarik sejumlah uang dari unit eselon I dan II. Atas arahan Syahrul, Kasdi dan Hatta memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan hingga sekretaris masing-masing eselon I dengan besaran mulai 4.000 dolar AS sampai dengan 10.000 dolar AS.

Dalam perkara ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan tersangka Syahrul turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Reporter: Antara