Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto menjanjikan makan siang dan susu gratis bagi seluruh murid sekolah, serta bantuan gizi untuk ibu hamil, jika ia terpilih sebagai presiden pada Pilpres 2024. Program ini, menjadi bagian dari delapan Program Hasil Cepat 2024-2029.
“Rencana kami memberi makan siang dan minum susu gratis untuk semua murid di sekolah, di pesantren, anak-anak balita, dan bantuan gizi untuk ibu hamil,” kata Prabowo beberapa waktu lalu.
Menurut data Food and Agriculture Organization (FAO), konsumsi susu per kapita Indonesia termasuk salah satu yang terendah di dunia. Menurut FAO, konsumsi masuk dalam kategori rendah jika kurang dari 30 kilogram (kg) per kapita per tahun.
Sementara itu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan konsumsi susu Indonesia pada 2021 hanya 16,27 kg/kapita/tahun. Namun terdapat perbedaan yang cukup jauh antara data BPS dan FAO, di mana data FAO menunjukkan konsumsi susu Indonesia pada 2020 jauh di bawah data BPS, yakni hanya 4,71 kg/kapita/tahun.
Menurut data BPS, konsumsi susu per kapita Indonesia selama lima tahun terakhir relatif stagnan. Pada 2017 konsumsi susu hanya 16,29 kg/kapita/tahun, naik menjadi 16,49 kg/kapita/tahun pada 2018, turun menjadi 16,23 kg/kapita/tahun pada 2019, dan 16,27 kg/kapita/tahun pada 2020.
Dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, konsumsi susu masyarakat Indonesia juga tertinggal cukup jauh, walaupun konsumsi di kawasan ini juga tergolong rendah menurut standar FAO.
Seperti Malaysia yang mengonsumsi susu 26,2 kg/kapita/tahun, Thailand 22,2 kg/kapita/tahun, serta Myanmar 26,7 kg/kapita/tahun. Data tersebut juga terpaut jauh dengan data FAO pada 2020 yakni Malaysia 5,56 kg/kapita/tahun, Thailand 14,31 kg/kapita/tahun, Myanmar 17,16 kg/kapita/tahun.
Sementara itu 5 negara pengonsumsi susu terbesar di dunia menurut data FAO pada 2020 yaitu Montenegro yang mencapai 338,01 kg/kapita/tahun, kemudian Albania 297 kg/kapita/tahun, Swiss 292 kg/kapita/tahun, Kazakhstan 283,15 kg/kapita/tahun, dan Estonia 280 kg/kapita/tahun.
Sebanyak 48 negara masuk dalam kategori konsumsi susu tinggi, yakni di atas 150 kg/kapita/tahun, 66 negara masuk dalam kategori konsumsi menengah (30-150 kg/kapita/tahun), dan 71 negara kategori konsumsi rendah atau di bawah 30 kg/kapita/tahun.
Penyebab Rendahnya Konsumsi Susu
Salah satu penyebab tingkat konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia yaitu rendahnya populasi sapi perah di tanah air. Data Kementerian Pertanian pada 2022, jumlah sapi perah di Indonesia hanya sebanyak 592.897 ekor, dengan produksi susu segar 968,98 ribu ton per tahun.
Jumlah produksi tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan susu nasional yang mencapai 4,42 juta ton per tahun. Sehingga jika pemerintah ingin meningkatkan konsumsi susu per kapita maka impor susu akan meningkat signifikan.
Penyebab lain rendahnya konsumsi susu di Indonesia adalah faktor biologis, yaitu intoleransi laktosa atau kondisi saat seseorang tidak mampu mencerna laktosa atau gula dalam susu sepenuhnya karena kekurangan enzim laktase di dalam saluran pencernaan.
Kondisi tersebut banyak ditemui dalam populasi di Asia dan Afrika. Sementara ditemukan pula beberapa di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Australia. Intoleransi laktosa terjadi karena konsumsi susu tidak dibiasakan sejak kecil, sehingga biasanya muncul ketika seseorang sudah dewasa.
Meski begitu, intoleransi laktosa dapat diatasi dengan mencari susu yang memiliki kandungan laktosa rendah atau bebas laktosa. Selain itu, susu nabati seperti susu kedelai, susu gandum, susu pisang, hingga susu beras juga bisa menjadi alternatif.
Kandungan Nutrisi Susu
Menurut laporan FAO, susu menyediakan 2-4% pasokan energi makanan di Afrika dan Asia, dibandingkan dengan 8-9% di Eropa dan Oseania; 5-8% pasokan protein makanan di Afrika dan Asia, dibandingkan dengan 19% di Eropa; dan 6-7% pasokan lemak makanan di Afrika dan Asia, dibandingkan dengan 12-14% di Eropa, Oseania, dan Amerika.
Susu dapat memberikan asupan nutrisi yang lengkap, mulai dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Untuk orang dewasa, satu gelas susu bisa memenuhi gizi harian sebanyak 20% protein, 15% lemak, 9% energi, 4% kalium hidrida, 3% kolesterol, dan 40-45% kalsium dan vitamin A/B6/B12.
Kemudian satu gelas susu sehari juga memenuhi gizi harian orang dewasa berupa 20-30% vitamin B1/B2/D/E/P, 10% vitamin B5/zinc/magnesium, 5% natrium/kalium, 2-15% zat besi (difortifikasi), dan sebagainya.
Dokter Spesialis Gizi Klinik dr Christopher Andrian, M.Gizi, Sp.GK menyarankan konsumsi fresh milk atau susu segar pasteurisasi dalam sehari setidaknya dua kali dan ini tak diperuntukkan untuk anak di bawah usia 12 bulan yang sebaiknya masih mendapatkan ASI atau air susu ibu.
“Khusus pada orang dewasa, selalu ingat batasan konsumsi lemak. Kita tetap bisa minum namun silakan pilih yang rendah atau bebas lemak,” ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Sebagai informasi, susu segar pasteurisasi biasanya melewati pemanasan pada suhu rendah (70-125°C) selama lima detik sehingga tidak banyak mengubah sifat fisik dan susu lebih mudah diserap tubuh. Susu ini harus disimpan kurang dari 40 hari di suhu dingin.
Pengolahan susu ini tidak menghilangkan atau merusak berbagai vitamin atau mineral, makro nutrisi serta nutrisi bioactive alami yang terkandung dalam protein susu. Nutrisi bioactive berperan penting menjaga kesehatan dan metabolisme, di antaranya untuk memperbaiki jaringan tubuh, anti inflamasi, anti oksidan, hingga anti kanker.
Ini berbeda dengan susu ultra high temperature (UHT) yang dipanaskan pada suhu cukup tinggi (131-145°C) dalam 10-40 detik untuk membunuh bakteri dan mikroorganisme berlebih. Semakin lama susu dipanaskan dan semakin tinggi suhu yang digunakan, komponen seperti vitamin dan bioaktive akan rusak atau berkurang.
Kandungan nutrisi pada susu UHT dikatakan lebih rendah dibandingkan susu segar pasteurisasi namun umur simpannya lebih lama (9-10 bulan).