Deretan Eks Petinggi KPK Bersyukur Firli Bahuri Ditetapkan Tersangka

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nym.
Mantan Ketua KPK Abraham Samad (kanan) bersama mantan penyidik KPK Novel Baswedan (kiri) melakukan aksi bersama di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023).
23/11/2023, 19.34 WIB

Sejumlah mantan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan rasa syukur atas penetapan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo oleh Polda Metro Jaya. Hal itu disampaikan pada saat mengunjungi lembaga antirasuah, Kamis (23/11). 

Dalam kunjungan itu, mereka menyampaikan dukungan moral untuk pegawai KPK agar tetap menjalankan tugas dengan baik. Mereka mengucapkan rasa syukur lantaran menilai penetapan Firli sebagai tersangka memberi angin segar dalam pemberantasan korupsi.

“Kami datang memberikan semangat kepada pegawai KPK karena mereka sudah terbebaskan dari ketua KPK yang kemarin sudah ditetapkan menjadi tersangka,” kata eks Komisioner KPK Yudi Purnomo di gedung KPK. 

Menurut Yudi, ia dan koleganya yang lain sudah lama menanti adanya kepastian hukum atas kasus yang menyeret Firli. Yudi menyebutkan dalam pandangannya Firli Bahuri selama ini merupakan sumber masalah di lingkungan KPK. 

“Kami ingin menyatakan tidak ada yang namanya serangan balik koruptor, yang terjadi ini adalah tingkah laku dari ketua KPK sendiri, sehingga dia melakukan peristiwa pidana yaitu melakukan dugaan pemerasan terhadap SYL,” ujar Yudi lagi. 

Senada dengan Yudi, mantan Ketua KPK Abraham Samad yang turut hadir pada kesempatan itu juga mengatakan apresiasi terhadap kepolisian yang sudah berani menetapkan Firli sebagai tersangka. Status hukum ini berhasil keluar meski Firli mangkir beberapa kali dari proses pemeriksaan.

“Ini adalah salah satu indikator Firli menghambat pemeriksaan perkara,” kata Abraham.

Sebagai tindak lanjut penetapan Firli sebagai tersangka, Abraham berharap kepolisian bisa segera mengeluarkan surat penangkapan. Hal itu diperlukan  agar Firli tidak melarikan diri, mempersulit pemeriksaan, atau menghilangkan alat bukti. Hingga hari ini (23/11), Firli masih berkantor di KPK, bahkan terpantau masih memimpin rapat internal pagi ini. 

Mantan Komisioner KPK Saut Situmorang juga menyatakan syukur atas penetapan Firli sebagai tersangka. Ia mengkritik Dewan Pengawas KPK lantaran ia nilai lambat dalam mengusut dugaan pelanggaran etik oleh Firli. Saut meminta Dewas KPK mengambil sikap karena perbuatan Firli Bahuri ini tidak sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2002 pasal 32. 

“Dewas dan pemerintah tidak usah ragu-ragu, buat surat atau kirim sinyal supaya tidak noise. Kalau dia hadir di Gedung KPK karena masih belum inkrah, ini akan noisy,” kata Saut.

Para mantan pimpinan KPK sependapat agar komisi antirasuah segera memisahkan hubungan kerja dengan Firli Bahuri. Hal itu didasarkan ketentuan UU No. 30 Tahun 2002 yang memuat ketentuan Firli otomatis non aktif pada saat menjadi tersangka. 

PP Muhammadiyah Desak Firli Mundur dari Ketua KPK

Sementara itu Pengurus Pusat Muhammadiyah mendesak Firli segera mundur dari jabatan sebagai ketua KPK yang tengah ia emban. Ketua PP Muhammadiyah bidang Bidang Hukum, HAM, dan Hikmah Busyro Muqoddas yang juga merupakan mantan pimpina  KPK mengatakan Firli harus mundur lantaran telah resmi berstatus tersangka. 

“Mendesak kepada saudara Firli Bahuri untuk segera mundur dari jabatannya sebagai ketua KPK sekaligus sebagai komisioner KPK,” ujar Busyro dalam keterangan tertulis, Kamis (23/11). 

Mantan wakil Ketua KPK itu mengatakan penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka merupakan wujud kepekaan dan independensi kepolisian dalam penegakan hukum. Apalagi kasus yang tengah ditangani berkaitan dengan lembaga penegak hukum. 

Menurut Busyro praktik korupsi dalam beberapa waktu terakhir yang didominasi suap telah menggerus nilai baik dalam bernegara. Karena itu sebagai organisasi keagamaan, Muhammadiyah menurut Busyro perlu menentukan sikap untuk melawan praktik korupsi. 

Ia menyebut korupsi kini telah meluas menjadi hingga menjadi hal yang banyak terjadi di lembaga negara. Apalagi menurut Busyro praktek suap, gratifikasi kini dibarengi dengan tindakan ekstra berupa pemerasan oleh mereka yang sedang mengemban jabatan publik. 

Reporter: Amelia Yesidora