Penduduk Bergelar S2 dan S3 Hanya 0.45%, Kalah dari Negara Tetangga

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp.
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) berjabat tangan dengan Rektor IPB periode 1998-2002 Aman Wirakartakusumah (kiri) usai orasi ilmiah sidang terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-60 IPB di Gedung Graha Widya Wisuda, IPB University, Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/9/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
15/1/2024, 12.00 WIB

Presiden Joko Widodo mengaku terkejut saat mendapati laporan terkait jumlah penduduk yang mendapatkan akses pendidikan program magister (S2) dan doktoral (S3) di dalam negeri. Menurut Jokowi, jumlahnya hanya menyentuh 0,45% dari total masyarakat usia produktif kelompok 15-64 tahun.

Jokowi menganggap besaran tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan torehan negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam. Menurut Jokowi jumlah ini jauh di bawah jumlah penduduk Malaysia dan Vietnam yang memperoleh akses pendidikan sampai tahap S2 dan S3 mencapai 2,43% dari total populasi produktif.

"Saya kaget juga kemarin dapat angka ini. Indonesia itu di angka 0,45%, rendah sekali," kata Jokowi saat menyampaikan sambutan di Forum Rektor Indonesia di Graha Universitas Negeri Surabaya, Jawa Timur pada Senin (15/1).

Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri mencatat jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,36 juta jiwa pada Juni 2022. Dari jumlah tersebut, ada 190,83 juta jiwa atau 69,3% penduduk yang masuk kategori usia produktif. Jika dikalkulasikan dengan jumlah populasi usia produktif pada Juni 2022, maka jumlah penduduk Indonesia yang mendapat akses pendidikan S2 dan S3 sejumlah 856.735 orang.

Jokowi melihat kualitas sumber daya manusia sebagai aset investasi masa depan negara. Oleh karena ini, dia bertekad untuk meningkatkan jumlah penduduk lulusan pendidikan magister dan doktoral. "Saya akan rapatkan soal ini minggu ini, dan mengambil kebijakan untuk mengejar angka yang masih 0,45%," ujar Jokowi.

Jokowi mengakui perlu adanya tambahan anggaran untuk mengakselerasi kebijakan tersebut. Dia pun menyoroti optimalisasi pendanaan APBN, APBD serta mekanisme kolaborasi dengan pihak mitra industri melalui matching fund.

"Nggak tahu anggarannya akan didapatkan darimana, tapi pemerintah carikan agar rasio S2-S3 terhadap usia populasi produktif bisa naik secara drastis, kejauhan sekali 0,45% dengan 2,43%," ujar Jokowi.

Pada kesempatan tersebut, Jokowi juga meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim agar meningkatkan anggara riset untuk universitas mulai tahun ini.

Penambahan alokasi dana riset kampus diharap dapat mempercepat pengembangan riset dan inovasi dari para dosen, tenaga peneliti dan mahasiswa. Jokowi mengatakan, kebijakan tersebut bertujuan untuk menangkap peluang bisnis ekonomi hijau dan ekonomi biru yang sedang naik daun.

"Kita butuh teknologi smart farming, smart fisheries, green industry, butuh fast computing, fast analysis dan masih banyak lagi. Ini memang semuanya harus segera kita siapkan," kata Jokowi.

Jokowi menjamin penambahan alokasi riset universitas bakal menjadi kebijakan yang berlanjut hingga masa pemerintahan yang akan datang. Jokowi meminta Nadiem agar tak ragu-ragu untuk memperbesar porsi anggaran riset.

"Dimulai tahun ini tapi dengan dana besar, jadi presiden yang akan datang pasti mau tidak mau akan melanjutkan. Entah itu 01, 02, atau 03. Tidak mungkin kalau Pak Nadiem sudah menambahkan banyak, kemudian presiden yang akan datang motong, gak akan berani," ujar Jokowi.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu