Wakil Presiden ke-10 dan 12 Indonesia, Jusuf Kalla, menyatakan akan sulit bagi partai-partai untuk menjadi koalisi di pemerintah. Ia melihat, partai politik masih akan fokus pada kepentingan masing-masing dan ingin dekat dengan penguasa.
“Apakah partai-partai ini akan berubah? Banyak partai yang pragmatis, termasuk partai saya, Partai Golkar” katanya Jusuf Kalla pada diskusi Election Talk #4 bertajuk “Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi?" yang dilaksanakan di Universitas Indonesia, Kamis (7/3).
Pernyataan ini ia dasari pada pengalamannya menjabat sebagai wakil presiden. Golkar tidak ikut mendukung JK saat maju mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono pada Pemilu 2024.
Pasangan ini dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Golkar kala itu mencalonkan pasangan Wiranto dan Salahuddin Wahid.
"Tapi begitu kami menang, Golkar itu bergabung (dengan pemerintah). Itu biasa saja politik itu,” ujarnya.
Tak hanya itu, Kalla yang berpasangan dengan Joko Widodo juga berbeda jalan dengan Golkar pada Pemilihan Presiden 2024. Saat itu, partai beringin, yang dipimpin Aburizal Bakrie, memilih merapat ke pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
JK kemudian menyimpulkan bahwa pragmatisme partai politik ini adalah hal wajar karena tidak ada partai yang didirikan untuk jadi oposisi. Semua partai ingin dekat dengan kekuasaan, karena dengan itu dia bisa mencapai visi dan misi partai.
“Sering orang bertanya, bagaimana menjalin demokrasi yang tepat. Demokrasi jangan mencontoh yang sekarang ini, tapi demokrasi yang punya makna cara yang baik untuk bangsa,” katanya.
Kalla saat ini juga berbeda jalan dengan Golkar. Partai beringin mengusung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sedangkan JK mendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.