PDI Perjuangan atau PDIP mulai menyiapkan saksi dan barang bukti untuk menggugat kecurangan Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Henry Yosodiningrat mengatakan salah satu saksinya seorang kepala kepolisian daerah atau kapolda.
Dalam gugatan nanti, kata Henry, PDIP tak akan fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang versi KPU. PDIP bakal fokus pada kecurangan yang terstruktur sistematis masif (TSM).
Tim hukum TKN telah mempersiapkan bukti yang kuat agar hakim MK tidak membuat keputusan yang salah atau tidak tergantung keyakinan yang didukung hanya minimal dua alat bukti.
“Kami akan fokus pada TSM karena kejahatan ini sudah luar biasa. Kami akan yakinkan hakim dengan bukti yag kita miliki bahwa ini betul-betul kejahatan yang TSM,” kata Henry dalam keterangannya, Senin (11/3).
Henry mengatakan bukan hal baru bila MK memutuskan melakukan pemilu ulang, karena hal seperti ini sudah pernah terjadi di beberapa negara. Tim hukum TPN juga akan mengajukan sejumlah pakar ke persidangan seperti pakar sosiologi massa.
Ganjar-Mahfud Kalah Efek Mobilisasi Kekuasaan
Henry menuturkan kekalahan Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah (Jateng) juga tidak terlepas dari mobilisasi kekuasaan. Padahal, Ganjar pernah menjabat gubernur di provinsi itu selama 10 tahun, dan Jateng merupakan basis suara PDI Perjuangan.
Dia mengatakan tim hukum TKN akan membuktikan di MK terjadi mobilisasi kekuasaan mulai dari mengerahkan aparatur negara, seperti intimidasi yang dilakukan pihak Polsek dan Polres. “Tanpa itu tidak akan ada selisih suara seperti itu,” lanjutnya.
Dia menyebutkan dugaan mobilisasi massa untuk tidak menggunakan hak pilih terjadi di Kabupaten Sragen di Jateng, sehingga partisipasi pemilih cukup rendah berkisar 30%.
Henry menyebutkan kerusakan Pemilu 2024 sudah didesain dan direncanakan oleh penguasa yang diawali dengan dipaksakannya putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka maju sebagai Cawapres dari Prabowo Subianto.
Gibran mendapat karpet merah menjadi cawapres berkat putusan MK. Kemudian berlanjut ke KPU yang menerima pendaftaran paslon Prabowo-Gibran padahal ketentuan usia untuk menjadi capres-cawapres kala itu adalah 40 tahun.
“Di sini terlihat terencana semua, Jokowi melakukan intervensi terhadap hukum dan pelaksana hukum,” kata dia.