Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan waktu tujuh hari buat warga adat Pamaluan, Penajam Paser Utara pindah dari kawasan IKN. Warga adat Pemaluan ini sudah lama tinggal menetap di kawasan IKN sebelum rencana pemindahan ibu kota.
Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono, sedang menyelesaikan masalah penggusuran warga adat Pamaluan. Otorita memberikan waktu tenggat tujuh hari bagi warga untuk meninggalkan tempat tinggal.
“Enggak berubah, menurut saya. Prinsipnya, sekali lagi, kami tidak akan menggusur semena-mena dan komunikasi berjalan,” katanya saat ditemui wartawan di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/3).
Bambang menyatakan tengah melakukan komunikasi secara intens di lapangan. Komunikasi ini melibatkan berbagai pihak. “Kami ada forum yang melibatkan masyarakat di sekitar situ, tokoh masyarakat, dan para investor yg baru masuk ke situ,” katanya.
Jaringan Advokasi Tambang alias Jatam Kalimantan Timur melaporkan 200 warga Pamaluan dan Sepaku di Kampung Tua Sabut diminta membongkar bangunannya lantaran tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) IKN. Batas waktu yang diberikan adalah tujuh hari sejak teguran pertama. Permintaan tersebut datang dari Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Badan Otorita IKN.
“Padahal warga di Kampung Tua Sabut, misalnya, mengaku dan memberi kesaksian pada Jatam Kaltim bahwa mereka belum pernah diundang dan diajak bicara dengan layak sekali pun tentang RTRW IKN,” bunyi pernyataan Jatam.
Suku adat yang tinggal di kampung tua Sabut di antaranya suku Balik dan Paser sudah lama tinggal di lokasi itu. Mereka sudah menetap sebelum RTRW IKN dan jauh sebelum proyek pemindahan Ibukota. "Bahkan leluhur dan nenek moyang mereka sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, warga Kampung Sabut bahkan menyebut kubur-kubur dan makam orang tua mereka masih terdapat disana," bunyi keterangan Jatam.
Jatam Kalimantan Timur mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM, ancaman hingga intimidasi melalui rencana penggusuran rumah-rumah warga.