Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk warga tertentu menjelang Pilkada 2024. Upaya ini bertujuan untuk menertibkan administrasi kependudukan dan memiliki beberapa dampak signifikan terhadap proses demokrasi dan administrasi publik.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta telah mengirimkan surat permohonan penonaktifan 92 ribu NIK KTP Jakarta kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Penonaktifan ini bersifat sementara dan bukan merupakan penghapusan NIK.
Sasaran penonaktifan NIK adalah warga yang telah meninggal, yang telah pindah ke tempat baru selama minimal satu tahun, serta bagi warga yang RT-nya sudah tidak ada atau sudah dihapuskan.
"Saat ini untuk yang meninggal kami sudah masukkan totalnya hampir sekitar 40 ribu. RT yang tidak ada hampir 9 ribuan. Ini sudah di Kemendagri. Yang meninggal sudah dinonaktifkan. Yang RT tidak ada sedang di proses dan verifikasi oleh Kemendagri," kata Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta, Budi Awaluddin kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/4).
Program ini menuai protes dari sejumlah warga yang terdampak, terutama mereka yang "numpang" KTP Jakarta. Dukcapil berusaha memberikan edukasi dan jaminan bahwa program ini wajib dilakukan demi tertib administrasi dan akan membawa dampak baik bagi pemenuhan hak warga itu sendiri.
Dukcapil juga menjamin hak politik warga terdampak penonaktifan NIK dalam Pilkada 2024. Penonaktifan NIK diharapkan dapat mengurangi jumlah golput dan mempermudah proses demokrasi.
"Inshallah, hak politik mereka tetap terjamin. Itu tidak mematikan hak politik dan ini juga membantu dalam proses pemilihan," ujar Budi.
Namun, penonaktifan NIK ini akan berdampak pada pelayanan publik yang menggunakan NIK, seperti BPJS Kesehatan hingga STNK.
"Terkait program penataan dan penertiban dokumen Adminduk memang akan berdampak pada pelayanan publik yang menggunakan NIK," kata Budi, dilansir dari cnnindonesia.com, Jumat (26/4).
Budi mengatakan bahwa Pemprov DKI telah berkoordinasi dengan beberapa instansi terkait untuk meminimalisir dampak negatifnya, seperti dengan Bapenda Jabar, Banten dan DKI untuk pajak biaya balik nama karena perubahan domisili aset, dan dengan BPJS Kesehatan untuk layanan kesehatan bagi masyarakat yang masih dalam perawatan.
Penonaktifan NIK KTP Jakarta merupakan langkah penting untuk menjaga ketertiban administrasi kependudukan. Meskipun ada tantangan, pemerintah berupaya untuk memastikan bahwa proses ini tidak mengganggu hak politik warga dan tidak menimbulkan masalah administratif yang lebih luas.