Mantan Menteri Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyoroti revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran yang tengah bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat. Salah satu poin yang jadi perhatian Mahfud adalah adanya revisi yang berpotensi melarang liputan investigasi. 

Mahfud berpendapat revisi yang disorot publik merupakan satu kekeliruan karena tugas jurnalis justru melakukan investigasi. Malah, Mahfud menekankan, sebuah media akan menjadi hebat jika memiliki jurnalis yang bisa melakukan investigasi. 

"Kalau itu sangat keblinger, masa media tidak boleh investigasi, tugas media itu ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang,” kata Mahfud seperti dikutip Rabu (15/5).

Menkopolhukam periode 2019-2023 itu menilai, melarang jurnalis melakukan investigasi dan melarang media menyiarkan produk investigasi sama saja melarang orang melakukan riset. Mahfud merasa, keduanya sama walaupun berbeda keperluan. Liputan investasi dibuat untuk keperluan media sedang riset dibuat untuk keperluan ilmu pengetahuan. 

“Harus kita protes, harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi," ujar Mahfud.

Mahfud yang pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 itu melihat konsep hukum politik yang berkembang saat ini semakin tidak jelas dan tidak utuh. Hal itu menurut Mahfud membuat adanya pesanan terhadap produk Undang-Undang (UU) yang bergulir agar hanya bergulir pada hal teknis. 

Padahal menurut Mahfud, jika ingin politik hukum membaik harusnya dibangun sinkronisasi dari UU Penyiaran. Dengan begitu kehadiran UU Penyiaran bisa saling mendukung dengan UU Pers dan UU Pidana. 

"Kembali, bagaimana political will kita, atau lebih tinggi lagi moral dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara dan berbangsa," kata Mahfud.

Dalam naskah revisi, Pasal 50B draf RUU ini menjelaskan Standar Isi Siaran atau SIS yang menjadi panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran. Dalam ayat 2, tertulis 11 konten yang dilarang, salah satunya di poin c, yakni penayangan jurnalistik investigasi. 

“Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai (…) c. penayangan eksklusif jurnalistik investigasi,” tulis beleid ini.

Dewan Pers dan seluruh komunitas pers telah menolak isi draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran. RUU ini merupakan inisiatif DPR yang direncanakan untuk menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

“Kami menolak RUU Penyiaran. Kami menghormati rencana revisi UU Penyiaran tetapi mempertanyakan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 justru tidak dimasukkan dalam konsideran RUU Penyiaran,” kata Ketua Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu, dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Selasa (14/5).

Suara senada dikemukakan Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wahyu Dyatmika. Ia menegaskan, jika DPR atau pemerintah tetap ngotot untuk memberlakukan RUU itu, maka akan berhadapan dengan masyarakat pers. 

Tagih RUU Perampasan Aset 

Di sisi lain, Mahfud prihatin karena UU yang menyangkut kepentingan publik seperti RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal tidak jelas kabarnya sampai hari ini. Padahal, UU itu menurut dia menjadi akar dalam penyelesaian banyak perkara. Menurut Mahfud RUU perampasan aset sudah ia dorong saat masih menjabat menkopolhukam. 

"Saya tawar menawar itu dengan DPR, kata mereka mungkin UU Perampasan Aset bisa dibicarakan Pak, tapi kalau RUU Belanja Uang Tunai kalau itu dibatasi tidak bisa, kami tidak setuju," ujar Mahfud.

Mahfud berpendapat, UU Pembatasan Uang Kartal malah bagus untuk menghindari upaya-upaya suap atau tindakan korupsi. Dengan UU itu semua transaksi yang dilakukan pejabat negara, termasuk Anggota DPR, nantinya akan ketahuan.

Mahfud pun mengatakan saat masih menjabat Menkopolhukam terus berkonsultasi ke Presiden. Setelah diminta jalan terus, Mahfud sudah pula membuat dan mengirimkan surat, bahkan berkali-kali mengingatkan DPR RI kalau surat secara resmi sudah diajukan.

"Saya ingatkan DPR, nih Anda minta kami ajukan surat, sudah kami ajukan surat, sampai sekarang tidak jalan, sudah lebih dari setahun, ditolak tidak disetujui tidak," kata Mahfud.

Meski begitu, Mahfud menambahkan, tidak ada yang bisa dilakukan Menkopolhukam saat itu karena sudah jadi urusan DPR. Menurut Mahfud, Menkopolhukam, hanya bisa mengingatkan, tidak bisa mengambil keputusan karena keputusan ada di DPR. Ia pun meminta DPR bisa menjalankan tugas dan fungsi untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat.