Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan Indonesia kekurangan 1.626 orang tenaga kesehatan di Puskesmas Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan alias DTPK. Dari angka ini, ada sembilan jenis nakes yang kurang, terbesar adalah dokter gigi dan pelayanan kesehatan lingkungan.
Hal tersebut disampaikan Budi saat rapat kerja bersama Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam kesempatan tersebut, Budi berharap DPR memanggil asosiasi kedokteran untuk mengetahui kurangnya dokter dan tenaga kesehatan.
"Perlu juga panggil Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), karena dokter gigi itu enggak sampai 50% persentasenya. Kita masih butuh 1.365 dokter gigi,” kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Jakarta, Selasa (21/5).
Melansir Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan per April 2024, nakes terbanyak yang dibutuhkan Puskesmas DTPK adalah dokter gigi dengan jumlah 1.365 orang, kemudian kesehatan lingkungan 434 orang, dan ahli teknologi laboratorium medis atau ATLM sebanyak 427 orang.
Dengan jumlah tersebut, Budi juga menyinggung Poltekkes yang harusnya lebih peka terhadap kebutuhan layanan kesehatan. Menurutnya, Poltekkes jangan hanya memproduksi perawat dan bidan.
“Kita kurangnya kesehatan lingkungan, ATLM, farmasi, ya diproduksi dong kurikulumnya, atau prodinya lebih banyak di sini. Jangan hanya kejar prodi yang laku saja,” katanya.
Tidak hanya Puskesmas, rumah sakit di DTPK juga kekurangan dokter spesialis. Data Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan per April 2024, 193 rumah sakit di DTPK atau setara 84% belum memiliki tujuh jenis dokter spesialis.
“Ini hampir 100% rumah sakit di DTPK tidak lengkap dokter spesialisnya. Padahal aturan ini umurnya mungkin udah 10 tahun,” ujar Budi.
Dokter spesialis anestesi adalah jenis dokter spesialis dengan kekurangan terbanyak yakni 156 orang. Angka ini diikuti oleh spesialis bedah dan spesialis anak dengan angka sama yakni 119 orang.
Kemenkes sudah melakukan intervensi dengan Program Pendayagunaan Dokter Spesialis atau PDGS. Hingag Mei, sudah ada 527 dokter spesialis yang Kementerian Kesehatan tempatkan di DTPK melalui PDGDS.
Kendati demikian, intervensi ini masih belum maksimal lantaran ada kecemburuan dengan dokter spesialis asli daerah. Oleh sebab itu, Budi ingin menambah gaji dokter spesialis, pegawai pemda asal mau masuk ke DTPK.
Intervensi lainnya adalah beasiswa pada 1.891 tenaga kesehatan yang menerima beasiswa aktif 2024 di DPTK. Provinsi dengan penerima beassiwa terbanyak adalah Nusa Tenggara Barat dengan jumlah 538 orang.
“Jadi kalau nanti ada rame, kenapa Kemenkes ramai rekrut di daerah sana (DTPK), ya karena yang kita rekrut jadi dokter spesialis yang kosong dulu,” kata Budi.