Para pendukung Anies Baswedan yang dikenal dengan sebutan anak abah membuat gerakan golput mengajak mencoblos tiga pasangan calon atau paslon di pemilihan gubernur (Pilgub) Jakarta. Pakar politik menyebut gerakan anak abah coblos tiga paslon tersebut memberikan keuntungan kepada satupun kandidat yang berlaga.
Pakar politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin beranggapan gerakan golput anak abah, membuat dampak politik merata dirasakan paslon cagub dan cawagub Ridwan Kamil-Suswono, Pramono Anung-Rano Karno, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
“Tidak ada yang diuntungkan, semuanya rugi karena kalau coblos tiga paslon maka suaranya tidak sah. Tidak ada yang mendapatkan untung dari gerakan itu,” kata Ujang lewat pesan suara WhatsApp pada Selasa (10/9).
Para pemilih dalam episode Pilgub Jakarta cenderung lebih cair daripada ajang Pilgub sebelumnya. Dia mengatakan pendukung Anies Baswedan yang berbasis Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat Pilgub Jakarta 2017 berpotensi memilih pasangan Ridwan Kamil-Suswono.
Namun, para pendukung Anies yang sakit hati dengan keputusan PKS yang batal mengusungAnies di Pilgub, cenderung memilih pasangan di luar Ridwan Kamil-Suswono. “Pemilih Anies ini menyebar karena sifat pemilih itu cair,” ujar Ujang.
Dia juga melihat potensi hal serupa pada sikap simpatisan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Pilgub Jakarta tahun ini. Ujang mengatakan pendukung Ahok tak serta-merta mencoblos kertas suara bergambar pasangan Pramono Anung-Rano Karno. “Faktor-faktor Pilgub saya melihat cair saja, pemilih menyebar ke yang lain biasanya tidak suka kepada kandidat tertentu,” kata Ujang.
Pakar Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menyampaikan bahwa munculnya narasi gerakan ‘anak abah’ coblos tiga paslon adalah bentuk ekspresi politik dari para pendukung Anies Baswedan.
Menurutnya, meskipun narasi itu berasal dari pendukung Anies, wacana tersebut kemungkinan besar tidak secara khusus ditujukan atau mengarah pada paslon tertentu dalam konteks politik Pilgub Jakarta.
Wasisto menyampaikan, ekspresi politik itu cenderung bersifat umum dan tidak secara langsung mendukung atau menyerang paslon lain secara spesifik. “Saya pikir narasi itu lebih pada ekspresi politik para pendukung Anies Baswedan yang mungkin tidak mengarah pada paslon tertentu,” kata Wasisto lewat pesan singkat WhatsApp pada Selasa (10/9).