Jokowi Waspadai Tren Baru Lapangan Kerja: Perusahaan Lebih Pilih Freelance
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan peringatan tentang minimnya lapangan pekerjaan di masa mendatang. Dia menyoroti pentingnya penciptaan lapangan pekerjaan untuk mengelola ekonomi nasional.
Jokowi menyampaikan hal tersebut saat memberikan sambutan pembukaan kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Surakarta, Jawa Tengah pada Kamis (19/9).
Jokowi mengakui adanya kekhawatiran kondisi ketidakseimbangan antara jumlah lapangan kerja dan tenaga kerja yang dapat menimbulkan masalah sosial dan ekonomi serius.
"Kalau bapak-ibu bertanya kepada saya fokus kemana, saya sekarang maupun ke depan kita harus fokus pada pasar kerja," kata Jokowi saat meresmikan pembukaan Kongres ISEI, sebagaimana disiarkan oleh kanal Youtube Sekretariat Presiden.
Jokowi menjelaskan, merosotnya lapangan pekerjaan nantinya dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global yang tertahan di angka 2,6-2,7%. "Ini masih jauh yang diharapkan oleh semua negara," ujarnya.
Di samping itu, kebijakan moneter ketat yang diterapkan oleh bank sentral di berbagai negara untuk mengendalikan laju inflasi menyebabkan penurunan produksi industri. Hal ini disebabkan karena biaya pinjaman yang lebih tinggi mengurangi minat investasi dan serapan konsumsi.
Kebijakan moneter yang ketat untuk menahan inflasi pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. "Industri turun produksinya, otomatis perdagangan global juga akan turun kapasitasnya," kata Jokowi.
Lebih jauh, Jokowi juga mewaspadai dampak peningkatan otomasi di berbagai sektor kerja. Penggunaan kecerdasan buatan dan otomasi diprediksi makin mengikis para pekerja.
"Kita dituntut untuk membuka lapangan kerja, justru 85 juta pekerjaan akan hilang pada 2025 karena peningkatan otomasi di berbagai sektor. Sebuah jumlah yang tidak kecil," ujar Jokowi.
Di sisi lain, Jokowi juga memberi peringatan khusus ihwal tren 'gig economy' yang merujuk pada jenis lapangan pekerjaan yang bersifat serabutan atau paruh waktu. Jokowi mewanti-wanti gig economy bisa menjadi fenomena yang semakin umum.
"Perusahaan lebih memilih pekerja freelancer dan perusahaan lebih memilih kontrak kerja jangka pendek untuk mengurangi ketidakpastian global yang sedang terjadi. Ini trennya menuju ke sana," kata Jokowi.
Lebih jauh, Jokowi mengaitkan situasi minimnya lapangan pekerjaan dengan bonus demografi yang akan terjadi pada 2030 mendatang. Menurutnya, kondisi itu dapat menjadi kekuatan jika dikelola dengan baik, namun juga bisa menjadi beban jika tidak ada kesempatan kerja yang mencukupi.
"Sehingga sekali lagi bonus demografi ini membutuhkan pembukaan kesempatan kerja sebesar-sebesarnya. Padahal saat ini untuk membuka lapangan kerja itu kita menghadapi tantangan yang sangat berat, semua negara menghadapi tantangan ini," ujar Jokowi.