Tekan Kasus Bullying di Sekolah, DPR Minta Pemerintah Perbanyak Kegiatan Siswa
Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dede Yusuf menilai pemerintah perlu melakukan langkah antisipatif untuk mencegah kasus bullying terus terjadi di Indonesia. Ia menyebutkan salah satu caranya adalah dengan menggalakan kegiatan ekstrakurikuler.
Menurut Dede berbagai kegiatan di luar kurikulum sekolah bisa menjadi wadah siswa dalam membangun karakter. Di sisi lain, Dede juga mengusulkan agar kegiatan murid di luar ruangan diperbanyak sehingga fungsi motorik juga energi anak lebih maksimal dialihkan pada hal positif.
"Pihak sekolah bisa menghidupkan kembali ekskul seperti Pramuka, tapi Pramuka harus ada kegiatan di luar ruangannya bukan hanya soal baju, intinya dimaksimalkan aktivitas luar ruangan agar dapat membentuk pendidikan karakter yang baik," kata Dede.
Ia berpandangan, terdapat tiga faktor penyebab bullying di lingkungan sekolah. Pertama, pihak sekolah menjadikan bullying sebagai sesuatu hal yang lumrah. Kedua, satgas anti-bullying yang dibentuk berdasarkan Permendikbud itu tidak jalan.
Faktor ketiga menurut Dede bisa berkaitan dengan kemungkinan guru ataupun juga tenaga pengajar yang takut dengan siswanya. "Nah, kenapa takut dengan siswanya, ini yang harus diselidiki apakah karena faktor ekonomi, faktor keuangan, faktor jabatan atau apapun juga," kata dia.
Pada kesempatan yang sama Dede mengomentari kasus perundungan siswa SMA Binus Simprug, Jakarta. Ia mengatakan, Binus perlu diperiksa dan disanksi.
Ia mengatakan DPR telah meminta kepada Kemendikbud menegur dan memberi sanksi sekolah jika melakukan pembiaran kejadian bullying di lingkungan sekolah. Terkait sanksi, Dede meyerahkannya pada pemerintah. Namun ia menggarisbawahi perlunya efek jera.
"Hukuman itu bisa bentuk administratif, bisa juga dalam bentuk skala aturan. Ini saya pikir yang paling tepat, dan yang bisa memberikannya adalah dari Pemerintah sendiri. Baik dinas pendidikan dan kementerian pendidikan," kata Dede.
Berdasarkan data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kasus bullying di sekolah pada tahun 2023 meningkat dari 21 kasus pada tahun 2022 menjadi 30 kasus. Dari 23 kasus bullying yang tercatat oleh FSGI pada Januari hingga September 2023, 50% terjadi di jenjang SMP 23% di jenjang SD 13,5% di jenjang SMA, dan 13,5% di jenjang SMK.
Faktor lain penyebab perundungan, kata Dede, yakni adanya anak-anak yang memiliki superior complex atau anak merasa menjadi dominan sehingga timbul rasa menguasai sekolah.