DPR Sahkan Revisi UU Paten jadi Undang-Undang, Ubah Substansi 48 Pasal

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (atas, kanan) menyampaikan keterangan pemerintah terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2023 dalam rapat paripurna ke-20 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (4/7/2024).
Penulis: Ade Rosman
30/9/2024, 14.26 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (RUU Paten) menjadi undang-undang. Kesepakatan itu diambil lewat Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2024-2025 Keanggotaan DPR 2019-2024 yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/9).

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Wihadi Wiyanto dalam laporan yang disampaikan pada Rapat Paripurna itu mengatakan Pansus RUU Paten telah menyelesaikan Pembicaraan Tingkat I dengan Pemerintah pada 23 September 2024. Ia juga menyampaikan beberapa perubahan substansi undang-undang. 

"Seluruh fraksi telah menyampaikan pandangan mini fraksi dan menyetujui RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten untuk dibahas pada Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI," kata Wihadi menyampaikan laporan Pansus RUU Paten.

Dia mengatakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yang telah diubah beberapa kali itu perlu diubah dan disempurnakan kembali. Hal itu dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan perkembangan kebutuhan hukum, baik nasional maupun internasional. Perubahan RUU Paten kali ini dilakukan terhadap 48 pasal yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten.

Perubahan pertama berkaitan dengan upaya mendorong inovasi nasional sehingga invensi yang diimplementasikan pada komputer pengaturannya dikelompokkan ke dalam kategori sistem. Juga ada pengelompokan berdasarkan metode, dan penggunaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis 4.0 dan 5.0.

"Invensi juga mencakup penggunaan baru atau temuan untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi obat tradisional, grace period atas publikasi ilmiah atas suatu paten diperpanjang dari 6 bulan menjadi 12 bulan untuk memberikan kesempatan kepada investor di Indonesia untuk mendapat mendaftarkan paten," kata Wihadi.

Perubahan kedua berkaitan dengan mengharmoniskan dengan ketentuan paten internasional. UU ini menentukan pemegang paten untuk membuat pernyataan pelaksanaan paten di Indonesia dan memberitahukannya kepada menteri paling lambat setiap akhir tahun.

Perubahan ketiga berkaitan dengan meningkatkan pelayanan paten. Setelah pengesahan RUU, pemohon selanjutnya cukup membuat surat pernyataan asal sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional jika invensi berkaitan dengan sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional.

"Pemeriksaan substantif dilakukan lebih awal agar waktu penyelesaian permohonan paten menjadi lebih cepat dan efisien," kata Wihadi lagi. 

RUU juga mengakomodasi pemeriksaan substantif kembali, perubahan juga terkait biaya tahunan sebagai antisipasi untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam praktik pemenuhan kewajiban pembayaran biaya tahunan. Usai Wihadi menyampaikan laporannya, Ketua DPR Puan Maharani yang memimpin jalannya rapat pun lalu meminta persetujuan dari anggota.

"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Puan diikuti persetujuan anggota.

Reporter: Ade Rosman