Sejumlah pihak tengah mengajukan permohonan uji materi atau judicial review terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi terkhusus Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ke Mahkamah Konstitusi. Uji materi disampaikan lantaran terdapat beberapa celah dalam UU Tipikor yang perlu menjadi perhatian.
Pasal yang diajukan pembatalan adalah pasal 2 ayat 1 yang menyebut tentang pidana perbuatan memperkaya diri yang merugikan keuangan negara. Sedangkan pasal 3 yang menyebut tentang pidana penyalahgunaan kewenangan atau jabatan yang merugikan keuangan negara, diajukan untuk direvisi.
Dalam seminar bertajuk uji materi Pasal 2 Ayat (1) Pasal 3 UU Tipikor, dengan tema 'Tak Ada Suap, Tak Ada Korupsi', yang digelar Pusat Kajian Pancasila Doktor Hukum Universitas Kristen Indonesia, di Kampus Pascasarjana UKI, Jakarta Pusat, Selasa (29/10), sejumlah ahli memaparkan pendapatnya. Guru Besar IPDN, Dadang Suwanda berbagi ceritanya yang telah lama berkecimpung di pemerintahan dengan level koordinator di tingkat daerah.
Dari pengalamannya itu, ia menyimpulkan permasalahan hukum dalam hal ini koruptif didasari dua penyebab. "Yang pertama memang pintar, memang nakal, maling sedang sial, memang maling dia, memang korupsi," kata Dadang.
Sedangkan yang kedua, kebalikannya. Dadang memposisikan kriteria kedua ini sebagai korban jabatan yang diembannya. Menurut Dadang adakalanya dalam suatu institusi ada orang yang tidak memiliki niat untuk melakukan hal yang manipulatif dan koruptif. Namun orang tersebut terpaksa harus berhadapan pada persoalan hukum lantaran berkaitan dengan jabatannya.
“Itu risiko pimpinan begitu. Padahal dia niatnya tidak ada niat jahat korupsi segala macam tapi dipersalahkan. Banyak di daerah kaya gitu," kata dia.
Atas dasar pengalaman tersebut, Dadang menilai perlu adanya kaji ulang terhadap pasal-pasal dalam UU Tipikor. Hal itu menurut dia diperlukan agar proses pengambilan kebijakan dapat berjalan dengan baik.
Selain itu dalam diskusi Dadang dan pakar hukum lainnya saling bertukar pikiran mengenai alasan pentingnya revisi UU Tipikor.
Alasan Perlunya Revisi UU TIpikor
Berdampak pada Kinerja Pemerintah Daerah yang Tidak Maksimal
Dadang mengatakan, berdasarkan pengalaman bahwa para pengambil kebijakan berpotensi untuk terkena kriminalisasi, akan berdampak pada tidak maksimalnya kinerja pemerintah daerah. Hal itu terjadi lantaran takut terjerat masalah hukum yang tak direncanakannya.
Sulit Mencari Pejabat Pengelola Keuangan
Dadang juga mengungkapkan, berdasarkan pengalamannya, potensi kriminalisasi pejabat publik lantaran kebijakan yang diambil bisa saja membuat posisi pejabat pengelola keuangan menjadi sulit. Pasalnya, posisi itu rentan dengan risiko terjerat kasus hukum. Situasi ini menurut Dadan bisa saja membuat tak banyak orang yang bersedia menjadi pejabat pengelola keuangan.
"Kalau memang salah, silakan. Kalau tidak ya janganlah. Kalau salah, salah yang mana, apakah pidana, tpk, atau hanya administratif," kata dia.
Disebut Pasal Karet
Pengacara Maqdir Ismail pada acara yang sama mengatakan, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor merupakan pasal karet. Maqdir merupakan kuasa hukum para pengaju judicial review UU Tipikor ke MK yang saat ini tengah bergulir.
"Pasal ini kan pasal sangat karet, semua orang bisa kena dengan pasal ini. Makanya kami sedang menguji kedua pasal ini di Mahkamah Konstitusi," kata dia.
Dikhawatirkan Jerat yang Tak Bersalah
Maqdir mengatakan, kedua pasal itu dapat menjerat orang tak bersalah lantaran jabatan yang tengah diembannya. Alasan inilah yang membuat ia bersama beberapa pengacara mengajukan uji materi.
"Ini bisa menjerat orang tidak bersalah menjadi salah, menghukum orang karena jabatan bukan karena kejahatan," katanya.
Maqdir mengatakan, dalam permohonan uji materi yang tengah bergulir, dirinya menyampaikan alternatif apabila usulan penghapusan pasal ditolak, yakni menambahkan syarat.
"Jadi kalau syaratnya itu dia terima suap atau dia katakanlah terima gratifikasi menggunakan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan secara pribadi. Kalau dengan adanya syarat seperti ini, orang tidak bersalah bisa bebas," katanya.