Aturan Cuti Karyawan Terbaru Usai Putusan UU Ciptaker MK, Akomodir Cuti Panjang
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, khususnya aturan ketenagakerjaan. Putusan MK ini merespons gugatan atas ketidaksinkronan antara UU Cipta Kerja dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Para penggugat menilai bahwa aturan baru tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan, terutama bagi pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan perlunya revisi dan pemisahan aturan ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja agar tidak membingungkan pekerja.
Dalam putusannya, MK menginstruksikan agar sejumlah aturan yang sebelumnya diubah dalam UU Cipta Kerja dikembalikan seperti aturan awal yang termuat dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Salah satu aspek yang turut berubah adalah mengenai aturan cuti untuk karyawan swasta.
Sebelumnya aturan bagi karyawan swasta yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang omnibus law Cipta Kerja dinilai telah memangkas hak cuti karyawan yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perubahan mencolok terlihat dalam jenis cuti dan istirahat yang diberikan kepada karyawan.
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, perusahaan diwajibkan menyediakan cuti tahunan dan istirahat panjang bagi karyawan. Cuti tahunan, misalnya, diberikan setidaknya selama 12 hari kerja setelah karyawan bekerja selama satu tahun penuh, sementara istirahat panjang diberikan selama dua bulan, masing-masing satu bulan pada tahun ketujuh dan kedelapan, bagi karyawan yang telah bekerja selama enam tahun.
Namun, UU Cipta Kerja yang disahkan pada 2023 mengubah aturan ini. Pada Pasal 81 yang mengubah Pasal 79 UU Ketenagakerjaan, aturan baru hanya mewajibkan pemberian cuti tahunan minimal 12 hari kerja bagi karyawan yang telah bekerja selama satu tahun. Untuk istirahat atau cuti panjang, kewajiban perusahaan dihapuskan dalam UU Cipta Kerja.
Pemberian cuti panjang kini bergantung pada ketentuan yang disepakati dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Pasal ini menyebutkan bahwa "perusahaan tertentu" dapat menyediakan cuti panjang sesuai kesepakatan internal. Padahal dalam aturan yang lama, tidak ada frasa dapat dan perusahaan tertentu sehingga setiap karyawan yang sudah memenuhi syarat punya hak untuk dapat cuti panjang.
Dalam Putusan MK terbaru yang diketuk pada Kamis (31/10) MK kembali mengubah ketentuan mengenai cuti panjang ini. Meski demikian, MK menegaskan bahwa keputusan ini hanyalah langkah awal, dan pemerintah serta DPR diwajibkan segera merumuskan undang-undang ketenagakerjaan yang baru, terpisah dari UU Cipta Kerja, agar lebih harmonis dan mudah dipahami oleh masyarakat.
Keputusan ini disambut baik oleh para pekerja dan serikat buruh yang terdampak dengan aturan cuti terbaru. Berikut perubahan yang diatur dalam putusan MK mengenai aturan cuti karyawan.
Perbedaan Aturan Cuti antara UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebelumnya menegaskan bahwa perusahaan wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada karyawan, termasuk istirahat antar jam kerja, istirahat mingguan, cuti tahunan minimal 12 hari, serta istirahat panjang minimal dua bulan bagi karyawan dengan masa kerja enam tahun. Namun, UU Cipta Kerja membatasi kewajiban ini, sehingga cuti panjang tidak lagi menjadi kewajiban perusahaan dan hanya diatur melalui kesepakatan antara perusahaan dan pekerja.
Dalam UU Ketenagakerjaan, peraturan terkait waktu istirahat dan cuti panjang juga berlaku bagi karyawan pada perusahaan tertentu, yang ditentukan melalui keputusan menteri. Sebaliknya, UU Cipta Kerja mengatur bahwa cuti panjang tidak mengurangi hak cuti tahunan, dan hanya diberikan jika disepakati dalam perjanjian internal perusahaan.
Ketentuan Cuti Panjang dalam UU Cipta Kerja
Pada UU Cipta Kerja terbaru dan PP Nomor 35 Tahun 2021, disebutkan bahwa selain istirahat antar jam kerja, istirahat mingguan, dan cuti tahunan, perusahaan tertentu juga ‘dapat’ memberikan istirahat panjang sesuai perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Dengan ketentuan ini, pemberian cuti panjang sepenuhnya bergantung pada kesepakatan antara perusahaan dan pekerja, termasuk syarat dan durasi cuti panjang.
Dalam PP 35 Tahun 2021, yang berhak menentukan cuti panjang hanyalah perusahaan tertentu, meskipun jenis perusahaan yang diwajibkan menerapkan cuti panjang belum dijelaskan secara rinci. Ketentuan ini menyatakan bahwa cuti panjang hanya diberikan jika telah diatur dalam perjanjian internal dan tidak lagi diwajibkan secara hukum.
Perubahan Pasal 79 UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
Perubahan lain pada Pasal 79 mencakup:
- Pengusaha wajib menyediakan waktu istirahat dan cuti.
- Waktu istirahat minimal setengah jam setelah empat jam kerja tanpa henti dan tidak termasuk jam kerja.
- Cuti tahunan setidaknya 12 hari kerja setelah satu tahun masa kerja tanpa putus.
- Pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
- Perusahaan tertentu ‘dapat’ memberikan cuti panjang sesuai perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, dan rincian lebih lanjut diatur oleh peraturan pemerintah.
Aturan Terbaru Cuti Panjang Karyawan Usai Putusan MK
Dalam putusannya terbarunya, MK menghapus kata dapat pada Pasal 79 ayat 5 UU Cipta Kerja. Dengan begitu ketentuan tersebut berubah menjadi “Perusahaan tertentu memberikan cuti panjang sesuai perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, dan rincian lebih lanjut diatur oleh peraturan pemerintah.”
Dengan ketentuan ini maka pemberian cuti panjang bukan lagi menjadi alternatif atau pilihan melainkan harus diberikan oleh perusahaan. Mengenai lamanya cuti panjang dan siapa saja karyawan yang berhak mendapatkan cuti panjang diatur dalam perjanjian kerja yang telah disepakati bersama antara pekerja dan perusahaan.
Norma baru dalam Pasal 79 ayat (5) UU 13/2003
“Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Perusahaan tertentu memberikan istirahat panjang yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.”