Sritex Akui Ada Potensi PHK Lantaran Terbatasnya Bahan Baku

ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/tom.
Buruh mengendarai sepeda keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024).
Penulis: Andi M. Arief
13/11/2024, 08.20 WIB

PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex menekankan belum ada langkah Pemutusan Hubungan Kerja sejak putusan status pailit sampai saat ini. Namun potensi implementasi PHK diakui masih membayangi perseroan lantaran bahan baku di pabrik akan habis awal bulan depan.

Presiden Komisaris Sritex Iwan S Lukminto menjelaskan bahan baku di pabrik saat ini hanya cukup untuk melakukan produksi selama tiga minggu ke depan. Kekurangan bahan baku akibat tersendatnya proses impor bahan baku membuat Sritex harus meliburkan 2.500 tenaga kerja belum lama ini.

"Apabila tidak ada keputusan dari kurator dan hakim pengawas dalam waktu dekat terkait izin perusahaan dalam mengimpor bahan baku, ancaman PHK ada," kata Iwan di Gedung Kementerian Ketenagakerjaan, Rabu (13/11).

Selain masalah impor bahan baku, Iwan mengaku pengadilan telah memblokir rekening Sritex. Dengan demikian, arus kas untuk transaksi impor bahan baku maupun ekspor produk Sritex terganggu.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah memberikan stimulus izin ekspor impor tak terbatas kepada Sritex. Menurutnya, hal tersebut merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada industri padat karya.

Sritex telah menjadi bagian dari industri tekstil di Indonesia selama 58 tahun. Sebagai perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, Sritex telah berkontribusi bagi Solo Raya, Jawa Tengah, dan Indonesia.

Manajemen Sritex mengatakan saat ini sekitar 14.112 karyawan terdampak langsung, bersama 50.000 karyawan dalam Grup Sritex. Selain itu, banyak usaha kecil dan menengah lainnya yang keberlangsungannya bergantung pada aktivitas bisnis Sritex.

Pemerintah juga mendorong Sritex untuk melakukan restrukturisasi utang kepada pada debitur. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa Sritex memiliki total utang kredit mencapai Rp14,64 triliun yang mayoritas sejumlah 98,5% merupakan utang terhadap 27 bank.

Sedangkan menurut laporan keuangan perusahaan pada paruh pertama 2024, Sritex terlilit utang mencapai US$1,6 miliar atau sekitar Rp 24,8 triliun. Lebih dari separuhnya atau Rp12,87 triliun adalah utang terhadap puluhan perbankan.

Tercatat, utang paling banyak Sritex adalah pada BCA, yakni berupa utang jangka pendek dan jangka panjang total mencapai Rp1,3 triliun. Selain itu, Sritex juga memiliki utang pada BNI sebesar Rp 368,9 miliar. Kemudian juga ke belasan bank swasta, bank pembangunan daerah, hingga bank asing.

Tidak hanya utang bank, Sritex juga terlilit utang non-bank sebesar Rp11,9 triliun, dengan utang obligasi mencapai Rp5,8 triliun. “Tentu Sritex perlu restrukturisasi yang dilakukan oleh pemilik. Yang punya utang,” ujar Airlangga.

Reporter: Andi M. Arief