Menteri Koordinator (Menko) bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono atau akrab disapa AHY, menyinggung pembangunan bandara yang ada di Indonesia.
AHY berharap agar keterbatasan anggaran tidak menyebabkan pembangunan menjadi tidak tepat sasaran dan tidak efisien. Ia mencontohkan beberapa kasus pembangunan bandara yang megah, namun setelah selesai, utilitas minim karena jumlah pengguna sedikit dan maskapai yang beroperasi juga minim.
“Akhirnya tidak optimal bahkan bisa dikatakan mubadzir padahal pembangunannya triliunan,” kata AHY kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (28/11).
AHY mempertanyakan apakah perencanaan pembangunan bandara kurang matang atau tidak terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik. Ia juga menyoroti kemungkinan adanya kebocoran dalam proses pembangunan, seperti terkait lahan, regulasi, atau konstruksi.
“Jadi permasalahan klasik tadi harus menjadi perhatian kami,” ucapnya.
Sebelumnya Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menjelaskan bahwa pembangunan bandara dimulai sejak 2014, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan transportasi di daerah tertentu. Namun, setelah bandara dibangun, jumlah pesawat yang beroperasi justru turun drastis akibat pandemi Covid-19.
Ia mengatakan sebelumnya pesawat yang terbang hampir mencapai 700, namun setelah pandemi, jumlahnya turun menjadi sekitar 300 dan saat ini stagnan di 420. Budi menjelaskan salah satu penyebabnya adalah anjloknya populasi pesawat, serta masalah dengan pabrik besar dan pasokan suku cadang, yang sebagian besar berasal dari Rusia dan Ukraina, yang terhenti akibat konflik. Ini menyebabkan banyak penerbangan di Indonesia tidak beroperasi, karena kekurangan sparepart dan tingginya masalah keamanan.