Indonesia, Prancis dan Cina Kecam Rencana Israel Kuasai Gaza
Indonesia, Prancis, dan China kompak menolak rencana Israel untuk menduduki Jalur Gaza. Ketiga negara tersebut menegaskan langkah itu merupakan pelanggaran berat hukum internasional, Piagam PBB, dan akan memperburuk krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menegaskan bahwa rencana Israel mengambil alih wilayah Palestina akan memperburuk prospek perdamaian di Timur Tengah dan memperparah krisis kemanusiaan di Gaza. Pernyataan ini disampaikan melalui akun resmi Kemlu RI di media sosial X, Sabtu (9/8).
Kemlu RI mengutip Mahkamah Internasional (ICJ) yang menegaskan pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah ilegal. Israel tidak memiliki kedaulatan atas wilayah tersebut, sehingga tindakan apa pun tidak dapat mengubah status hukumnya.
Indonesia mendesak Dewan Keamanan PBB dan komunitas internasional mengambil langkah konkret untuk menghentikan tindakan ilegal tersebut. Kemlu RI juga menegaskan komitmen Indonesia mendukung penuh Palestina yang merdeka dan berdaulat, sejalan dengan prinsip Solusi Dua Negara.
Menurut Kemlu RI, realisasi solusi tersebut memerlukan tiga langkah utama yaitu pengakuan negara Palestina oleh seluruh negara, penghentian kekerasan dan gencatan senjata, serta penentuan masa depan Palestina oleh rakyat Palestina sendiri.
Prancis Kutuk Rencana Israel Duduki Gaza
Prancis, melalui Kementerian Luar Negeri, mengutuk rencana Israel untuk memperluas operasi militer dan menguasai penuh Jalur Gaza. Dalam pernyataannya, Jumat (8/8), Kemlu Prancis menilai rencana ini berpotensi menjadi pelanggaran serius hukum internasional dan menciptakan kebuntuan mutlak.
“Tindakan itu akan merusak aspirasi sah rakyat Palestina untuk hidup damai dalam negara yang layak, berdaulat, dan bertetangga, serta mengancam stabilitas regional,” kata Kemlu Prancis.
Prancis menegaskan komitmennya mendorong solusi dua negara, dengan masa depan Gaza menjadi bagian dari negara Palestina yang dipimpin Otoritas Palestina.
Negeri itu juga akan melanjutkan upaya bersama mitra internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membentuk misi stabilisasi sementara demi menjamin keamanan warga Israel dan Palestina.
Prancis menyerukan negara-negara lain bergabung dalam upaya kolektif tersebut, sebagaimana dibahas dalam konferensi terbaru terkait solusi dua negara.
Melalui media sosial X, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot turut mengutuk rencana Israel. “Prancis mengutuk rencana pemerintah Israel mempersiapkan pendudukan penuh atas Gaza. Operasi semacam itu akan memperburuk situasi yang sudah buruk tanpa memungkinkan pembebasan sandera Hamas, pelucutan senjatanya, atau penyerahannya,” tulis Barrot.
Cina Minta Negara Lain Serukan Penolakan
Kementerian Luar Negeri Cina menegaskan penolakannya terhadap rencana Israel untuk mengambil alih Kota Gaza, serta mendesak langkah tersebut segera dihentikan.
“Cina sangat prihatin dengan keputusan Israel dan meminta agar rencana berbahaya ini dibatalkan. Kota Gaza adalah milik rakyat Palestina dan bagian integral dari wilayah Palestina,” ujar Juru Bicara Kemlu Cina, Guo Jiakun, dalam pernyataan tertulis di Beijing, Jumat (8/8).
Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa tentara Israel (IDF) tengah bersiap mengambil alih kendali Kota Gaza sambil menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil di luar zona pertempuran.
Kabinet Israel juga telah menyetujui lima prinsip utama untuk mengakhiri perang, yaitu:
- Membongkar kelompok Palestina Hamas
- Memastikan pemulangan seluruh sandera, hidup maupun meninggal
- Melucuti senjata Jalur Gaza
- Menjamin kendali keamanan Israel atas wilayah tersebut
- Membentuk pemerintahan sipil yang tidak dipimpin oleh Hamas maupun Otoritas Palestina
Guo Jiakun menekankan bahwa cara terbaik meredakan krisis kemanusiaan dan membebaskan para sandera adalah dengan gencatan senjata segera. Solusi dua negara adalah kunci untuk mengakhiri konflik Gaza sepenuhnya.
"Cina siap bekerja sama dengan komunitas internasional untuk menghentikan pertempuran sedini mungkin, meringankan bencana kemanusiaan, dan mewujudkan perdamaian yang penuh, adil, dan berkelanjutan di kawasan,” katanya.