Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2019 sebesar 102,23 atau turun 0,49% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 102,73. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan penurunan terjadi karena indeks harga petani mengalami penurunan akibat adanya musim panen raya.
Suhariyanto menjelaskan, penurunan paling tajam terjadi pada tanaman pangan yang menurun 1,21% menjadi 104,03. "Saat ini harga yang diterima petani terus turun karena memasuki musim panen raya. Sehingga harga gabah jatuh," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (5/2).
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. Selain itu, NTP menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi petani. Sehingga semakin tinggi NTP, maka semakin meningkat daya beli petani.
Selain tanaman pangan, NTP juga mengalami penurunan pada sektor tanaman perkebunan sebesar 0,48%, peternakan turun 0,34%, dan perikanan turun 0,41%. Sementara, tanaman hortikultira meningkat sebesar 0,60%.
Kenaikan sektor tanaman hortikultura menunjukkan indeks harga yang diterima oleh petani masih lebih besar. Kenaikan tersebut terjadi karena harga komoditas mengalami kenaikan, seperti bawang merah pada komoditas sayur-sayuran, apel dan mangga pada komoditas buah-buahan, serta jahe dan lengkuas pada komoditas tanaman obat.
Secara spasial, sebanyak 22 dari 33 provinsi mengalami penurunan NTP. Sedangkan 11 provinsi lainnya mengalami kenaikan NTP. Penurunan terbesar terjadi di Gorontalo, yaitu sebesar 1,60%, sementara kenaikan tertinggi terjadi di Sulawesi Barat sebesar 1,39%.
Demikian pula indeks Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) Maret 2019 mencapai 111,13 atau tidak mengalami perubahan dibandingkan bulan sebelumnya. Ini terjadi karena harga yang diterima petani maupun biaya produksi dan penambahan barang modal sama-sama meningkat 0,12%.
NTUP merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima oleh petani dengan indeks harga yang dibayar oleh petani. NTUP mengukur seberapa cepat indeks harga yang dditerima oleh petani dibandingkan dengan indeks harga biaya roduksi dan penambahan barang modal.
Secara rinci, penurunan NTUP terjadi pada tanaman pangan sebesar 0,63%, perikanan turun 0,05%, dan tanaman perkebunan rakyat turun 0,01%. Sementara, sektor hortikultura kembali mengalami kenaikan tertinggi sebesar 1,09%, sementara peternakan mengalami kenaikan 0,03%.
(Baca: Kementan dan Bappenas Bersinergi Tingkatkan Produksi Pertanian)
Penurunan Harga Gabah
Penurunan nilai tukar petani tanaman pangan disebabkan oleh penurunan harga gabah seiring dengan masuknya musim panen raya. Berdasarkan data BPS, dari 2.431 transaksi penjualan gabah di 30 provinsi selama April, transaksi gabah kualitas rendah mencapai 19,13%. Hal ini disebabkan oleh cuaca buruk yang menyebabkan kadar air tanaman tinggi.
Pada tingkat petani, harga rata-rata gabah kering panen mencapai Rp 4.357,00 per kg atau turun 5,37% dan di tingkat penggilingan Rp 4.446,00 per kg atau turun 5,53% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara, rata-rata harga gabah kering giling di tingkat petani Rp 5.127,00 per kg atau turun 7,29% dan di tingkat penggilingan Rp 5.221,00 per kg atau turun 7,65%.
Kemudian, harga gabah kualitas rendah di tingkat petani Rp 4.022,00 per kg atau turun 6,37% dan di tingkat penggilingan Rp 4.119,00 per kg atau turun 6,25%.
Sementara, rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan sebesar Rp 9.465,00 per kg, turun sebesar 3,65% dibandingkan bulan sebelumnya. Rata-rata harga beras kualitas medium di penggilingan sebesar Rp 9.144,00 per kg atau turun sebesar 4,30%. Sementara rata-rata harga beras kualitas rendah di penggilingan sebesar Rp 8.936,00 per kg, turun sebesar 3,61%.
Kemudian dibandingkan dengan April 2018, rata-rata harga beras di penggilingan pada April 2019 untuk semua kualitas yaitu premium, medium, dan rendah mengalami penurunan masing-masing 0,63%, 1,83%, dan 0,61%.