Kementerian Pertanian menyatakan pelaksanaan program Upaya Khusus Sapi Wajib Bunting (Upsus Siwab) yang dilakukan dalam dua tahun terakhir tercatat telah membuahkan keuntungan bagi peternak sebesar Rp 20,54 triliun. Investasi program tahun 2017 yang hanya Rp 1,41 triliun pun diklaim berhasil menghasilkan keuntungan berdasarkan kelahiran anak sapi senilai sebesar Rp 21,95 triliun.
Direktur Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita menyatakan program Upsus Siwab telah melayani inseminasi buatan untuk 7,96 juta ekor sapi. Program tersebut telah menghasilkan kelahiran anak sapi atau pedet sebanyak 2,74 juta ekor dengan keuntungan setara Rp 21,95 triliun, dengan asumsi harga satu pedet sapi senilai Rp 8 juta per ekor. Adapun program itu sudah berjalan sejak Januari 2017 hingga Desember 2018.
"Esensi Upsus Siwab adalah mengubah pola pikir petani ternak domestik yang cara beternak peternaknya selama ini masih bersifat sambilan diarahkan ke praktik beternak yang menuju ke arah menguntungkan," kata dia dalam keterangan resmi, Selasa (8/1).
(Baca: Ekspor Produk Peternakan Sepanjang Januari-November 2018 Naik 3,19%)
Selain itu, Upsus Siwab juga dinilai telah mampu menurunkan angka pemotongan sapi betina produktif secara nasional sebanyak 8.514 ekor per Januari sampai November 2018 . Jumlah pemotongan itu menurun 57,12% dibandingkan dengan pemotongan sapi betina produktif pada periode yang sama tahun 2017.
Kementerian Pertanian juga melakukan penambahan indukan impor selama 2015 dan 2016 sebanyak 6.323 ekor untuk daerah Provinsi Kalimantan Timur, Aceh, Sumatera Utara dan Riau. Indukan impor itu berkembang menjadi sebanyak 7.439 ekor, tumbuh 17,65% dengan tambahan 1.116 ekor.
Diarmita menuturkan pihaknya telah menambah sapi indukan impor sebanyak 2.065 ekor pada 2018 untuk 115 kelompok peternak dan 8 UPTD yang tersebar di 14 provinsi. Rinciannya adalah Provinsi Lampung, Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Yogyakarta, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Diarmita berharap penambahan indukan impor bisa meningkatkan produksi daging sapi dalam negeri serta penambahan usaha sapi berskala komersial di tingkat peternak. "Pertambahan itu akan menjadi sumber input produksi sebagai investasi yang menjadi pondasi menuju swasembada daging sapi yang dicanangkan tercapai di tahun 2023," ujarnya.
Menurutnya, subsektor peternakan semakin menarik pelaku usaha. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2018 menunjukan, jumlah tenaga kerja Subsektor peternakan pada 2018 tercatat sebanyak 4,83 juta orang atau naik 27,3% dari tahun 2015.
(Baca: BKPM Sebut Investasi Sektor Peternakan di Indonesia Masih Minim)
Minat Perbankan dan BUMN untuk penyediaan pendanaan dalam pembangunan peternakan juga diklaim meningkat. Kredit Usaha Rakyat (KUR) subsektor peternakan pada 2018 berhasil mencatata penyaluran kredit sebesar Rp 5,01 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 221 ribu debitur per 30 November 2018, meningkat dibanding 2017 yang hanya Rp 2,02 Triliun dengan 77 ribu debitur.
Diarmita menyebutkan realisasi kemitraan BUMN peternakan tahun 2018 mencapai Rp 8,66 miliar. Detailnya adalah PT Sucofindo Rp 1,36 Miliar; PT Pelindo III Rp 1,7 Miliar; PT Jasindo Rp. 2 Miliar; serta PT BTN Rp 3,6 Miliar.