Kendala cuaca telah mengganggu produksi kopi tahun lalu dan memicu peningkatan impor pada awal 2018. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) mengatakan tahun ini impor kopi berpotensi meningkat menjadi 60 ribu ton dari realisasi impor tahun lalu sebanyak 20 ribu ton.
Ketua Kompartemen dan Industri Specialty Kopi AEKI Moelyono Soesilo Kondisi cuaca yang buruk karena el nino pada 2015 menyebabkan pasokan kosong pada akhir tahun 2017. Sedangkan kebutuhan kopi nasional pada 2015 dan 2016 masih bisa ditutupi pasokan tahun-tahun sebelumnya Itu sebabnya impor tahun ini lebih tinggi dibanding tahun lalu.
“Ada kekurangan stok di akhir tahun, sedangkan kebutuhan bulanannya mencapai 25 ribu ton,” kata Moelyono di Jakarta, Kamis (26/4).
Sebagian besar impor kopi berasal dari Vienam dengan jenis robusta. Meski mengimpor, Moelyono optimistis produksi kopi nasional akan kembali meningkat karena sudah mulai mendekati musim panen serta cuaca yang lebih mendukung untuk musim tanam kopi tahun ini.
(Baca : Pacu Produktivitas dan Daya Saing, Pemerintah Rilis Peta Jalan Kopi)
Selain impor, Indonesia juga mengekspor komoditas kopi sebanyak 300 ribu ton ke Amerika Serikat, Uni-Eropa, dan Jepang. Total produksi kopi nasional pada 2017 mencapai 560 ribu ton. Tahun ini, produksi kopi diprediksi meningkat menjadi sekitar 690 ribu ton.
“Sementara untuk konsumsinya, tahun ini diperkirakan stagnan di kisaran 300 ribu ton,” ujarnya.
Untuk meningkatkan produksi, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang mengungkapkan perkebunan kopi masih membutuhkan replanting atau penanaman baru sekitar 30% dari total luas lahan kopi sebesar 1,2 juta hektare. Produksi dan produktivitas kopi diharapkan bisa makin optimal bila didukung dengan penggunaan bibit yang lebih berkualitas.
(Baca Juga : Konsumsi Kopi Naik Tajam, Produksinya Stagnan)
Guna mendukung peningkatan produktivitas, Kementerian Pertanian tahun ini berencana melakukan replanting terhadap 16.400 hektare lahan. Dana yang digunakan berasal dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). "Tujuannya agar produktivitas meningkat hingga 2 ton per hektare," ujar Bambang.
Dari total produksi, lebih dari 70% produksi masih dalam bentuk kopi robusta, sisanya merupakan kopi arabika. Namun, ke depan pemerintah berencana lebih menggenjot produksi kopi arabika. “Kami akan ganti kopi robusta di dataran ringgi dengan kopi arabika yang lebih cocok iklimnya,” kata Bambang.