Kementerian Pertanian (Kementan) telah meluncurkan inovasi kalung antivirus corona berbasis eucalyptus. Namun, Kementan menegaskan kalung tersebut bukanlah antivirus corona, melainkan aromaterapi untuk membantu meredakan gangguan pernapasan.
"Tidak ada klaim di situ (antivirus corona). Ini ada tulisan antivirus corona karena prototype. Jadi penyemangat untuk teman-teman peneliti bahwa kita akan menuju ke sana (antivirus corona)," kata Kepala Badan Litbang Pertanian Kementan Fadjry Djufry dalam konferensi pers di Kantor Balai Besar Penelitian Veteriner Kementerian Pertanian, Bogor, Senin (6/7).
Kementan tidak pernah mengklaim sebagai kalung antivirus corona. Menurutnya, kalung tersebut merupakan aksesoris kesehatan.
(Baca: Kalung Eucalyptus dan Upaya Melawan Corona Lain yang Jadi Kontroversi)
Produk tersebut belum diuji secara klinis lantaran proses pengujiannya memerlukan waktu hingga 18 bulan. Oleh karena itu, pihaknya akan menggandeng Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia untuk membantu uji klinis kalung eucalyptus tersebut.
Minyak eucalyptus menurutnya memiliki kandungan bahan aktif yaitu 1,8 cineol atau eucalyptol dengan kemampuan menghambat replikasi virus influenza (H1N1). Selanjutnya beberapa publikasi lain menyebutkan, potensi eucalyptus untuk penanganan gangguan pernafasan, terutama pada pasien dengan pembengkakan saluran nafas dan paru paru.
"Minyak eucalyptus memiliki potensi menetralisir virus corona," ujar dia.
Sejauh ini, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian telah mengembangkan lima produk eucalyptus, yaitu roll on, inhaler, balsam, minyak aromaterapi dan kalung aromaterapi. Adapun hak paten atas produk eucalyptus sudah didaftarkan ke Ditjen HKI dan sudah dilisensi oleh mitra industri.
(Baca: Ahli Epidemiologi: Kalung Eucalyptus Tak Bisa Diklaim Antivirus Corona)
Selain itu, produk roll on dan inhaler telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sementara, kalung aromaterapi tengah dalam proses pengajuan izin edar.
Ia berharap, BPOM segera memberikan izin edar. Adapun, produk eucalyptus tersebut saat ini diproduksi PT Eagle Indopharma (Cap Lang).
Fadjri pun menargetkan produk inhaler dan roll on eucalyptus bisa dipasarkan pada 24 Juli mendatang, sementara kalung eucalyptus pada Agustus.
Klaim Antivirus Eucalyptus Dipersoalkan
Sementara itu, ahli epidemiologi meminta produk berbasis eucalyptus tak buru-buru diklaim sebagai antivirus corona. Alasannya, belum ada uji klinis terkait efektivitas kalung itu dalam mengatasi virus corona.
"Jelas tidak benar. Hasil uji in vitro atau percobaan di laboratorium tidak boleh diklaim sebagai antivirus, karena itu bukan uji klinis," kata Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif. kepada Katadata.co.id, Minggu (5/7).
Ia meminta agar tanaman herbal yang belum teruji secara klinis tidak diklaim dapat menyembuhkan atau menangkal Covid-19.
(Baca: Kementan Gandeng Swasta Perbanyak Antivirus Buatan Anak Bangsa)
Hal senada disampaikan oleh Dekan Fakultas Kedokteran UI (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam. Sejauh ini, riset mengenai khasiat produk berbahan eucalyptus untuk mengatasi Covid-19 baru pada tahap in vitro di tingkat sel. Belum secara spesifik diujikan pada virus corona. Oleh karena itu, menurut dia lebih baik produk itu disebut sebagai kalung kayu putih.
"Jangan skeptis atas hasil penelitian in vitro. Tetapi tidak boleh berlebihan juga menilai hasilnya, diklaim sebagai antivirus Covid-19. Butuh perjalanan riset yang panjang,” katanya.
Namun, FKUI siap mendukung penelitian dan uji klinis untuk mengetahui khasiat eucalyptus, termasuk minyak kayu putih dan kalung tersebut. “Kami siap bekerja sama dengan balai besar penelitian veteriner untuk menguji pada hewan dan uji klinis dengan produk minyak kayu putih ini," kata dia.