PT Nikon Indonesia resmi menutup kegiatan bisnisnya di Indonesia. Distributor produk kamera asal Jepang ini akhirnya berhenti setelah delapan tahun beroperasi.
"Terima kasih atas dukungannya, Nikon Indonesia akan berhenti beroperasi di Indonesia mulai 22 Oktober 2020," tulis pengumuman perusahaan di akun Instagram, Rabu (21/10).
Perusahaaan bakal tetap melayani pengguna dengan memusatkan kegiatan sales, marketing dan service lewat PT. Alta Nikindo selaku distributor resmi Nikon di Indonesia.
"Kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas dukungan dan kerjasamanya yang membuat Nikon menjadi salah satu brand fotografi terpercaya di Indonesia," ujar manajemen.
Perusahaan mengajak pengguna terus berkarya dan mengabadikan momen melalui kamera disertai tagar #yukmulaimotret.
Postingan tersebut lantas direspons beragam oleh pengguna Instagram. Perancang busana, Didiet Maulana menuliskan "My heart is broken..." dalam unggahan Nikon Indonesia.
Perusahaan multinasional berbasis di Tokyo, Jepang ini didirikan pada 1917 dengan nama Nippon Kogaku yang bergerak di bidang optik dan pencitraan. Namun, mereka berganti nama menjadi Nikon Corporation setelah mengembangkan kamera saku pada 1988.
Beberapa lini produk Nikon yang terkenal antara lain lensa pencitraan Nikkor (untuk kamera F-mount, fotografi format besar, pembesar fotografi, dan aplikasi lainnya), kamera SLR film 35 mm seri F Nikon, kamera SLR digital seri-D, kamera digital saku seri Coolpix, dan kamera film bawah air seri Nikonos.
Pesaing utama Nikon dalam produksi kamera dan lensa antara lain yakni Canon, Sony, Fujifilm, Panasonic, Pentax, dan Olympus.
Tumbangnya Bisnis Kamera Olympus
Disrupsi teknologi digital dan berkembangan fitur smartphone yang kian canggih sebelumnya juga menggilas pelopor produk kamera asal Jepang, Olympus Corporation. Perusahaan menjual divisi bisnis kameranya setelah 84 tahun eksis.
Pabrikan ini menjual divisi kamera kepada perusahaan ekuitas swasta, Japan Industrial Partners Inc. Perusahaan ini sebelumnya membeli divisi laptop Vaio, lini andalan Sony Corp enam tahun lalu dan mengubahnya menjadi Vaio Corp.
Alasan penjualan divisi tersebut dikarenakan bisnis kamera terus menyusut selama satu dekade terakhir. Alhasil, 5,5% pendapatan untuk tahun fiskal perseroan turun dan menyebabkan kerugian operasional selama tiga tahun terakhir.
Peralatan medis seperti endoskopi sekarang mengisi kekosongan penjualan Olympus dan berkontrubusi sekitar empat perlima dari total penjualan tahunan. "Strategi pemangkasan biaya untuk mengatasi pasar kamera digital yang terpukul parah, antara lain karena penyusutan pasar dan evolusi smartphone", kata Olympus dikutip dari Bloomberg, Kamis (26/6).
Sementara mengutip BBC, kehadiran ponsel pintar diyakini sebagai faktor utama menyusutnya pasar kamera. Hal ini pula yang diperkirakan Olympus merugi selama tiga tahun terakhir.
Perusahaan pertama kali bergerak memproduksi kamera pada tahun 1936, setelah selama bertahun-tahun berkutat dalam pembuatan mikroskop.
Berkat inovasinya ini, perusahaan akhirnya berhasil mengembangkan bisnis kamera selama beberapa dekade dan menjadi salah satu perusahaan teratas dengan kepemilikan pangsa pasar terbesar.
"Ada banyak yang menyayangkan Olympus dan mengharapkannya segera kembali," kata Editor Majalah Amateur Photographer, Nigel Atherton.
Tahun 1970-an merupakan titik puncak, dengan kamera mereka diiklankan di televisi oleh fotografer selebriti seperti David Bailey dan Lord Lichfield. "Kamera-kamera itu revolusioner, mereka sangat kecil, sangat ringan dan dirancang dengan indah, memiliki lensa berkualitas sangat bagus," ujar Atherton.
Beberapa konsumen tetap setia dengan produk perusahaan. Olympus kembali berinovasi dengan kamera digital yang diadopsi sejak awal kemunculan teknologinya.
Perusahaan bahkan menargetkan kamera mirrorless untuk pasar menengah yakni untuk pengguna yang bukan fotografer, namun tetap menginginkan bidikin kamera tajam seperti DSLR.
Namun, Atherton menilai Olympus dalam beberapa tahun terakhir tampak tak memiliki kemajuan berarti dalam mengantisipasi disrupsi teknologi. Salah satu contohnya yakni kurangnya terobosan dalam fitur video, di saat para pesaingnya lebih maju.
Selain kalah bersaing dengan produk lain, perusahaan juga menghadapi skandal keuangan besar yang melibatkan eksekutif senior pada 2011.