Tiongkok Dilanda Pandemi, Alibaba Masih Cetak Pendapatan Rp 325 T

ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Logo Alibaba Group terlihat di kantor pusat perusahaan tersebut di Hangzhou, provinsi Zhejiang, China, Senin (18/11/2019). Alibaba mencatat pendapatan Rp 325 triliun meski negara asalnya dilanda pandemi corona.
Editor: Ekarina
25/8/2020, 12.23 WIB

Raksasa e-commerce asal Tiongkok Alibaba mencatat pertumbuhan pendapatan  34% pada kuartal II 2020 secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 53,75 miliar yuan (setara Rp 325 triliun). Pertumbuhan pendapatan tertinggi salah satunya dicatat lini bisnis komputasi awan (cloud), yang naik 59% meski Tiongkok dilanda pandemi Covid-19.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, untuk kuartal yang berakhir 30 Juni 2020 Alibaba juga mencatat pertumbuhan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) yang disesuaikan sebesar 30% secara tahunan. 

Perusahaan juga memiliki jumlah konsumen aktif tahunan di negaranya hingga 742 juta. Angka ini bertambah 16 juta dari periode 12 bulan yang berakhir pada 31 Maret 2020.

“Alibaba Group mencatatkan pertumbuhan yang pesat sepanjang kuartal lalu. Kami berada pada posisi yang baik untuk mewujudkan perkembangan transformasi digital dan kian dipercepat dengan adanya pandemi, baik dari sisi konsumsi maupun operasi bisnis,” ujar Daniel Zhang, Chairman dan Chief Executive Officer of Alibaba Group dalam siaran pers pada Senin (24/8).

Menurutnya, bisnis perdagangan inti domestik perusahaan telah pulih seperti periode sebelum terjadinya pandemi Adapun bisnis cloud menjadi salah satu lini bisnis Alibaba dengan pertumbuhan pendapatan tercepat selama pandemi.

Pendapatan Alibaba Cloud tumbuh 59%  pada kuartal II 2020 dibandingkan 2019 menjadi 12.345 juta yuan. Adapun pertumbuhan bisnis cloud milik Alibaba, antara lain disumbang peningkatan kontribusi pendapatan dari bisnis cloud publik dan hybrid cloud. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan rata-rata pelanggan jadi lebih tinggi.

Pendapatan utama dari bisnis cloud berasal dari penyediaan layanan, seperti komputasi elastis, database, storage, layanan jaringan virtualisasi, komputasi skala besar. Lalu,  keamanan, manajemen dan layanan aplikasi, analitik big data, platform pembelajaran mesin, hingga layanan Internet of Things (IoT).

Penggunaan layanan cloud juga meningkat selama pandemi. Di Tiongkok, penggunaan software melonjak karena sebagian besar karyawan bekerja dari rumah. Alhasil, volume aktivitas penggunaan cloud pun meningkat, termasuk layanan milik Alibaba Group.

Untuk memaksilkan layanan sistem cloud mereka, Alibaba Group telah berinvestasi US$ 28 miliar atau sekitar Rp 435 triliun. Perusahaan menghabiskan dana untuk pengembangan semikonduktor dan sistem operasi, serta membangun infrastruktur pusat data.

“Pertumbuhan laba dan cash flow yang kuat memungkinkan kami untuk terus memperkuat bisnis inti dan berinvestasi untuk pertumbuhan jangka panjang,” katanya.

Data IDC mencatat, pada Juli 2020, Alibaba Cloud merupakan penyedia layanan cloud publik terbesar di Tiongkok. Hal tersebut diukur dari pangsa pasar Infrastructure as a Service (IaaS) dan Platform as a Service (PaaS) di kuartal I tahun ini.

Selain Alibaba, beberapa perusahaan penyedia jasa layanan komputasi awan (cloud) melakukan pengeluaran infrastruktur hingga US$ 107,1 miliar pada 2019. Nilai ini meningkat 37,6% dari 2018 yang hanya US$ 77,8 miliar.

Ini menunjukkan industri teknologi informasi yang dipicu transformasi digital lintas industri terus berekspansi.

Seluruh perusahaan meningkatkan pengeluaran jasa layanan komputasi awan. Perusahaan dengan pengeluaran terbesar adalah AWS yang merogoh US$ 34,6 miliar tahun lalu. Detailnya, bisa dilihat dalam databoks berikut:

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan